Buletin Komunikasi Persaudaraan Antar Komunitas
Suster-suster Fransiskus Dina
Edisi November-Desember 2013
“Datanglah, ya Raja Damai”
Redaksional
Para saudari yang terkasih
di seluruh tanah air, selamat jumpa kembali dalam edisi Kompak Nov-Des di tahun
2013 ini.
Di bulan November kita
mengenangkan semua arwah, maka kita sering menyebut sebagai bulan arwah, bahkan
secara khusus Gereja memberi indulgensi penuh bagi jiwa-jiwa yang didoakan
mulai dari tanggal 1-9 November atau bila mendoakannya dalam perayaan ekaristi
dan berjiarah ke makam.
Pada bulan Desember
tepatnya tanggal 01 Desember 2013 kita memasuki
masa Adven, dimana kita diberi kesempatan oleh gereja untuk menyiapkan diri
dalam menyambut kelahiran Tuhan Kita Yesus Kristus.
Para saudari yang terkasih,
sering kali dalam masa adven kita sudah mempersiapkan banyak hal dalam
merayakan hari raya natal. Di setiap komunitas diadakan rapat komunitas untuk
mempersiapkan natal, mulai dari siapa yang memimpin tridiuum dan dimulai dari
tanggal berapa, lalu seksi gua natal, seksi konsumsi dan seksi dekorasi, dan
advent angel, dan lain-lain. Dan bahkan sudah persiapan untuk berlibur tahunan.
Bacaan injil pada Minggu I advent
diperdengarkan kepada kita bahwa anak manusia datang dengan tidak
disangka-sangka, maka harus senantiasa bersiap-siap. Yohannes Pembabtis
senantiasa mengingatkan kita akan pentingnya pertobatan.
Mari para saudari kita pergunakan
masa adven ini sebagai saat yang baik untuk mempersiapkan batin kita agar layak
sebagai tempat Yesus dilahirkan. Mari kita dengarkan ajakan Yohannes Pembabtis
yang berseru-seru, “Bertobatlah sebab Kerajaan Allah sudah dekat”. Selain itu
juga, mari kita teladani kesederhanaan Bunda Maria dalam menerima tugas dari
Allah. Dalam kesederhanaan Yesus dilahirkan, maka mari kita rayakan Hari Raya
Natal ini dengan penuh hikmat dan dengan kesederhanaan. Semoga kita layak
menyambut Sang Bayi Yesus dalam hati kita semua. Semoga….
Pace e bene
DAFTAR ISI
Redaksi
Daftar Isi
Petuah Suster
Pendahulu
Muder Constantia
Van Der Linden
Sajian Utama
Cepat atau lambat
kita akan mati jua
Nasaret
Kehadiran Penuh Cinta
Percikan sebuah
hati
SajianKhusus
In memoriam Sr.
Anita Sri Lestari SFD
Sharing
Healing
Tuhan aku ini
kepunyaanMu
Merasakan
kehadiran Tuhan
Kutemukan cintaku
bersama orang kecil
Indahnya malam di
kota Yogya
Refleksi
Mengaktualisasikan ciri kita
Inspirasi
Damai natal
Puisi
Cintaku tumbuh di
Yogya
Lonceng natal
Senyum
Sejenak
Penasehat : Sr. Adriana Turnip SFD
Penanggung Jawab : Sr. Filomena Turnip SFD
Sekertaris : Sr. Egidia Sitanggang SFD
Bendahara : Sr. Skolastika
Simbolon SFD
Tim Redaksi : Sr. Isabella Ginting, SFD, Sr.
Giovani Purba SFD
Sr. Sisilia SFD,
Distributor :
Sr. Valentina SFD, Sr. Calixta SFD, Sr. Yolanda SFD
Alamat Redaksi :
Jln. Ganesha II/ 8 Yogyakarta 55165
Email :
kompak_sfd@yahoo.co.id
Redaksi
menerima artikel-artikel, berita kegiatan, refleksi, puisi. Artikel–artikel
akan diolah ulang oleh redaktur tanpa mengabaikan isi pokoknya. Artikel dapat
dikirim melalui pos atau e-mail.
MUDER CONSTANTIA VAN DER LINDEN
(1752 – 1814)
Cinta Tetap Bernyala di Hati Muder Constantia Van Der Linden, Revolusi Francis bukan halangan baginya untuk meneruskan panggilan.
Suster
Constance lahir di kota Leuven tahun
1752 dengan nama Anna Therese. Buah hati pasangan Joannes Babtist van der
Linden dan Anna Catarin Vogels. Sr. Constance memiliki saudari seorang suster
Claris bernama Sr. Victoria van der Linden di Nantes.
Perjalanan Panggilan
Sr. Constance
mengucapkan kaul di biara Peniten Rekolektin di Leuven pada tanggal 18 Juni
1781. Di dalam biara mereka mengalami kehidupan yang damai dan tenang, dan
mereka menjalankan kehidupan doa, persaudaraan dan pelayanan dalam situasi ini.
Tidak lama sesudah Sr. Constance mengucapkan kaul situasi politik berubah. Pada tanggal 28 November 1781 di bawah resim
Joseph II mengeluarkan ketetapan-ketetapan mengenai penutupan komunitas
religius. Dikeluarkan lagi ketetapan penutupan biara kontemplatif pada tanggal
18 November 1782 dan sebanyak 163 biara kontemplatif ditutup. Biara Peniten
Rekolektin Leuven lolos dari tangan para penghancur itu dan bebas dari
penutupan biara-biara. Secara diam-diam para suster masih merayakan pesta biara
seperti pesta profesi.
Nama Sr.
Constance tidak terlalu banyak disebut pada masa ini. Ketika politik bergejolak
lagi, dan diminta untuk mendata harta benda biara, jumlah anggota dan tugas
para suster. Pada tanggal 4 Agustus 1794 Sr. Mere Antoine telah menjelaskan dan
membuat ini semua.
Namun hal yang sama harus dibuat lagi, Sr. Antoine meminta Sr. Loise dan
Sr. Constance van der Linden
menandatangani dokumen ini. Sr. Constance disebut seorang suster yang
dapat memegang rahasia.
Dalam waktu yang
dekat terjadilah penyitaan harta benda biara dan pengusiran para religius dari
biara-biara. Para suster tidak mau menerima ganti rugi yang ditawari. Musibah
tidak bisa dihindari, walau hati masih ingin menikmati ketenganan di biara,
hidup dalam doa, persaudaraan dan pelayanan. Pada tanggal 8 November 1796 pukul
11 para suster Peniten Rekolektin Leuven diusir dari biaranya.
Kehidupan Religius harus diteruskan
Sangat menyedihkan, hidup membiara yang sangat dicintai dan
ketenangan di dalam biara akan ditinggalkan. Tentu para suster mengalami
pergulatan batin, menderita, dan yang paling menyedihkan mereka menjadi seorang
buangan di tanah air sendiri. Bagaimanapun tantangan dan cobaan harus dihadapi.
Perlu sikap pasrah dalam menerima situasi ini, karena mereka tak punya daya
melawan dituasi yang sedang bergejolak. Mereka menerima dengan lapang dada dan
memaknainya dalam Sabda Tuhan yang berbunyi:“ Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab
kebenaran, karena mereka yang empunya Kerajaan Surga. Berbahagialah kamu, jika
karena Aku kamu dicela dan dianiyaya dan kepadamu difitnahkan segala yang
jahat. Bersukacita dan bergembiralah
karana upahmu besar di surga (Mat. 5:10-11).
Suster-suster
Agustines mengalami hal yang sama, pada tanggal 29 November 1796 diusir dari
biara. Dalam situasi yang sangat menyedihkan, mereka tidak menyerah pada
keadaan. Sr. Constance dan temannya dari biara Peniten Rekolektin Leuven mengadakan
kontak dengan Sr. Francois Timmermans dari biara Agustines. Nasib yang sama
mempersatukan mereka untuk meneruskan kehidupan membiara. Sebelumnya Sr.
Constance van der Linden dan Sr. Coleta Coopmans dari biara Peniten Rekolektin
dari Leuven mendapat surat resmi dari Propinsial J. Proost, yang menyatakan
bahwa mereka benar-benar suster-suster yang mengucapkan kaul dari biara Peniten
Rekolektin Leuven. Kobaran semangat yang membara di hati Constance van der
Linden, Sr. Coleta Coopmans, Sr. Angelina Van
Kerkhove, Sr. Francois Timmermans, dan Sr. Agustine Jansens suster yang
terusir ini mendorong mereka untuk mengadakan pertemuan di rumah bapak
Timmermans, akhirnya mereka sepakat untuk meneruskan kehidupan religius, bila
tidak mungkin di Belgia, keluar dari Belgiapun jadilah.
Tuhan mengirim
hamba-hambanya yang baik hati untuk membantu mereka, Presiden van Gils dan P.
Linus memberi semangat dan perhatian, atas berbagai pertimbangan maka pada
tanggal 28 Agustus 1798 Sr. Constance dan temannya mengadakan perjalanan. Pada hari
Senin, 8 Oktober 1798 mereka tiba di Bokhoven dan melanjutkan perjalanan ke Basoyen.
Tentu perjalanan ini atas bantuan beberapa orang yang bermurah hati.
Memulai kehidupan bersama amat mendapat tantangan, para suster harus
tinggal di rumah besar yang terbuat dari
batu. Mereka tidak memiliki perkakas rumah, baik kursi maupun meja.
Mereka menerima kemiskinan ini dengan rela dan gembira. Mereka saling
membesarkan hati. Hidup mereka jalani dengan riang gembira. Kesaksian hidup yang bersahaja ini menarik
perhatian masyarakat di sekitarnya. Orang-orang berdatangan membawa
barang-barang untuk para suster, dan bahkan anak-anak muda mengumpulkan
tabungan untuk para suster, begitulah banyak orang menunjukkan kasih kepada
para suster. Perjuangan para suster belum berhenti, pada malam hari mereka
mengalami kekurang nyamanan oleh karena rasa dingin yang luar biasa dan
kekurangan selimut dan tempat tidur. Ada suster yang tidur di lantai, ada yang
di dalam lemari baju, ada yang menindih tubuh dengan kursi. Para suster tidak menyerah,
namun tetap bertekun dalam doa.
Para suster
tekun dalam doa bahkan doa tengah malam, mengadakan puasa yang keras bahkan
mendera tubuh. Disamping itu para suster harus bekerja, pelayanan yang pertama
dibuka yaitu mengajar anak-anak dengan sarana seadanya. Dalam perjalanan dirasa
rumah yang ditempati kurang mendukung kesehatan para suster, maka ada rencana
mencari rumah yang lebih cocok dan ada rencana mendirikan pensionat. Maka direncanakanlah
perjalanan ke Breda untuk menemuai pemilik rumah (kastil) yang ada di Waalwijk.
Mereka memilih kusir dengan kereta kuda untuk perjalanan ke Breda. Sr. Contance
dan Sr. Fransiska memulai perjalanan, di tengah perjalanan terjadilah taufan yang dasyat, sejumlah gedung porak
poranda, pohon-pohon bertumbangan, genangan air memenuhi jalan, angin kencang
menghantam kereta yang mereka tumpangi. Pak kusir terlempar, kuda
terhuyung-huyung dan roda keretapun terlepas tepatnya di desa kecil bernama
Dongen. Mereka mengalami mukzijat, mereka sehat dan selamat. Dengan jubah basah
kuyup kedua suster ini pergi mencari pastoran.
Tuhan
menunjukkan kehendaknya kepada kedua suster ini, mereka diterima pastor dengan
ramah dan bersahabat. Melihat keramahan pastor mereka terdorong untuk
menceritakan maksud tujuan mereka mengadakan perjalanan itu. Pastor Lambertus
van Gils menjawab dengan suara bergetar:”Suster-suster
tidak boleh meneruskan perjalanan, disini ada kesempatan yang bagus untuk
mewujudkan rencana suster, disinilah tempat anda”. Satu rencana terjawab
namun urusan ini harus dibicarakan dengan presiden seminari dan pimpinan rohani
diosesan Adrianus Oomen. Dalam pembicaraan mengenai rencana para suster dan
Tanya jawab yang panjang, Adrianus Oomen menanyakan apakah para suster
mempunyai dana untuk rencana mulia itu. Dengan mantap menjawab, “ya
Pastor kami pasti mempunyai dana itu”.
Pastor lanjut bertanya, bolehkah saya tau dalam bentuk apakah dana itu? Sr. Fransiska dengan
tegas menjawab itu ada pada “Penyelenggaraan Illahi, kami
mempercayakan seluruhnya kepadaNya Pastor”. Tuhan punya cara menggerakkan hati pastor,
presiden menyetujui rencana itu dan sekaligus menawarkan diri menjadi
pembimbing rohani para suster.
Begitulah Tuhan
menunjukkan kasihnya kepada para suster yang berhati baik untuk meneruskan
karya keselamatan. Cobaan demi cobaan berat semua dapat dilalui dengan bantuan
Tuhan dari Surga. Para suster tidak henti-hentinya berdoa kepada Tuhan, Tuhan
mengeringkan air mata mempelaiNya yang setia demi kemuliaanNya bekerja di Kebun
AnggurNya. Para suster menjanjikan ketaatannya kepada Sr. Costantia sebagai
yang tertua.
Tepat tanggal 26
Maret 1801 menetaplah mereka di Dongen dan membuka pensionat. Para suster dari
Biara Agustines, Sr. Emmanuel dan Maria Raymakers menjalani masa novisiatnya.
Sr. Constance van der Linden menjadi Magistra dan Pemimpin pertama. Beliau
sangat menghidupi ketaatan suci, seorang ibu yang tulus tanpa membeda-bedakan,
seorang yang kuat, tabah, tangguh, gembira. Ia bijaksana, punya kepedulian
terhadap orang sakit, berani menghadapi masalah, memiliki ketekunan besar dalam
pembaharuan. Dalam perjalanan calon mulai berdatangan dan perhimpunan ini
semakin menunjukkan perkembangannya. Setelah pensionat dibuka datanglah
bergabung Sr. Agustine Jansen
karena situasi keluarga. Muder Constance seorang guru dan pendorong yang
bersemangat, pensionat berkembang dan kehidupan bersama berkembang. mereka
menghidupi tradisi hidup kontemplatif. Namun karena pelayanan dan kesehatan
mereka didesak untuk mengurangi kerasnya puasa, dan doa tengah malam.
Suster-suster Dongen pertama berkembang dengan terpuji dan dengan rendah hati
taat kepada pembimbing. Muder Constance akhirnya menyelesaikan tugasnya dengan
baik, kehidupan religus sudah terbentuk dan karya juga sudah berkembang, beliau
mengalami sakit kanker ganas dan sempat menjalani perawatan di pensionat
Dongen. Muder Constance dengan tenang menghadap Sang Mempelai tanggal 24
Oktober 1814, tutup usia 61 tahun 11 bulan 7 hari.
Perjuangan Muder Contance van der Linden beserta kawan-kawannya
merupakan semangat buat kita penerus Suster-suster Fransiskus Dina. Mari kita
doakan Muder tercinta ini kusus pada hari dimana beliau menghadap Sang
Mempelainya. Kita kenang selalu dan kita lanjutkan apa yang sudah dimulai dan
diperjuangkannya. Timakasih Muder Constance van der Linden doakan kami dari
surga dalam peziarahan hidup ini.
Novisiat SFD, Berbah
Sr. M. Gratiana SFD
Sajian Utama
CEPAT ATAU LAMBAT KITA AKAN MATI JUA!
Sr. Egidia
Sitanggang SFD
Andai
ku tahu kapan tiba ajalku
kuakan memohon, Tuhan tolong panjang kan umurku
kuakan memohon, Tuhan tolong panjang kan umurku
andai ku tahu kapan tiba masaku
ku akan memohon, Tuhan jangan Kau ambil nyawaku
ku akan memohon, Tuhan jangan Kau ambil nyawaku
aku takut akan semua dosa- dosaku
aku takut dosa yang terus membayangiku
… (dst).
aku takut dosa yang terus membayangiku
… (dst).
Tentu tidak asing lagi bagi kita mendengar lagu di atas. Lagu itu dinyanyikan oleh group band “Ungu” yang sedang naik down sekitar tahun 2007 dengan vokalisnya bernama Pasha. Singkat kata, isi lagu itu mengisahkan kisah seorang anak manusia yang menyesali dosa-dosanya. Barangkali jika kita akui dengan jujur, mungkin kita pun termasuk orang yang belum siap menghadapi ajal/ kematian kita. Berbagai argumen tentu bisa kita lontarkan, entah karena alasan merasa belum berbuat apa-apa, karena merasa banyak dosa dan lain sebagainya. Intinya, bahwa kita memang takut dan belum
siap
menghadapi ajal atau kematian hidup kita
dari dunia ini.
Pada peringatan semua orang kudus setiap
tanggal 1 November, kita memuliakan semua orang kudus dan berdoa memohon agar kita pun kelak bisa
berbahagia bersama mereka di dalam surga sambil memandang wajah Allah Bapa kita. Sementara pada peringatan arwah semua orang beriman
yang diperingati setiap tanggal 02 November, kita mengenang saudara-saudara
kita yang telah meninggal namun masih berada di Api Penyucian. Bahkan seluruh
bulan Nopember ini kita khususkan untuk berdoa dan berkorban untuk memohon
kerahiman Allah atas mereka. Hal ini kita lakukan karena di dalam Yesus
Kristus, Penyelamat semua orang yang merindukan keselamatan dari Allah dengan
tulus hati, kita tetap bersatu padu dengan mereka. Dalam iman akan Kristus itu,
kita percaya bahwa apa yang kita namakan Persekutuan para Kudus meliputi baik kita yang masih hidup di
dunia ini, maupun semua Orang Kudus di surga, dan semua orang yang telah
meninggal. Bersama-sama kita membentuk dan terhimpun di dalam satu Gereja,
yaitu Tubuh Mistik Kristus.
Kita adalah anggota Gereja yang berziarah. Menurut
ajaran tradisional, Gerejani, tidak terlepas kesatuannya dengan Gereja mulia di
sorga dan Gereja yang masih menderita di api pencucian. Sebagai satu keluarga
Allah, kita masih bisa saling membantu. Bulan November adalah bulan untuk merenungkan
kematian, dalam arti mengenangkan mereka yang sudah dipanggil menghadap Allah.
Akan tetapi karena iman bahwa mereka yang percaya kepada Yesus akan
diselamatkan, maka kita mengisi bulan November dengan doa-doa bagi mereka yang
sudah meninggal tetapi masih berada dalam penantian.
“Budaya kematian” yang mendekatkan kita pada kenyataan
kematian, seharusnya bisa membantu kita untuk tidak takut mati, sebab kita
semua memang akan mati, cepat atau
lambat. “Budaya kematian” seharusnya membuat kita akrab dengan situasi, yang
secara manusiawi memang menyedihkan itu, agar kita lebih ikhlas dan siap
menerimanya. Akan tetapi seperti diserukan oleh almarhum Paus Yohanes Paulus
II, “budaya kematian” janganlah membuat kita semakin berani dan nekad untuk
membunuh, baik diri sendiri maupun orang lain. istilah “berani mati” yang
dipakai dalam zaman kemerdekaan, adalah semangat perjuangan untuk mengusir
musuh, bertahan dan membela diri. Oleh karena perubahan situasi dan kondisi, di
mana kita tidak lagi dalam penjajahan, melainkan hidup bersama dalam kemerdekaan,
maka istilah itu seharusnya diubah menjadi “berani hidup”.
Istilah
“berani mati” yang dalam praktek lebih sering diartikan sebagai “berani
membunuh” baik dalam lingkup medis maupun teroris harus dilawan dengan “berani
hidup”. Dengan demikian pesan moral dan pastoral dari almarhum Sri Paus masih
terus kita lanjutkan hingga sekarang. Kematian yang akrab, yang diterima,
adalah kematian yang wajar, yang terjadi karena kehendak Allah sendiri, bukan
karena dibuat-buat atau inisiatif manusia. Sebagaimana kehidupan adalah karunia
Allah, demikian kematian pun merupakan panggilan Allah yang patut kita syukuri.
Dengan demikian, kita dapat mengulangi kata-kata Ayub yang indah, “dengan
telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang pula aku akan
kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama
Tuhan.” (Ayub 1,21). Jikalau kita sampai pada keyakinan demikian, maka kematian
tidak lagi peristiwa duka yang berkepanjangan, melainkan peristiwa syukur penuh
kegembiraan, sebab di situ manusia pulang ke dalam kerahiman Allah.
Sebagaimana kehidupan adalah karunia Allah,
demikian kematian pun merupakan panggilan Allah yang patut kita syukuri.
Bdk;
2. A. Sudiarja, SJ, Budaya
Kematian Zaman ini, Rohani no.11, Tahun ke 54, November 2007, Kanisius,
Yogyakarta, (bdk. Hal 2-3)
NASARETH KEHADIRAN
PENUH CINTA
Peristiwa demi peristiwa harus dialami Maria, mulai menerima Kabar Gembira
dari Allah melalui Malaekat Gabriel, meninggalkan Nasareth karena sensus
penduduk dalam masa mengandung tua,, ditolak dalam penginapan–penginapan dikota Yerusalem, kota yang didirikan Raja
Daud leluhurnya, akhirnya melahirkan di kota kecil Betlehem di kandang hina .
Maria dan Yoseph menerima semua itu
dengan diam, pasrah dan hati damai. Tidak mungkin Maria menerima semua itu dengan sikap - sikap yang sungguh-sungguh
terpuji, kalau Maria tidak terlatih sejak kecil dalam asuhan ayah bundanya,
Anna dan Yoakim, yang mewariskan iman dan keteladanan hidup yang baik kepada
puterinya. Maria sudah terlatih kontemplasi, hening sejak masa mudanya,
Ketekunan berdoa, hening hati, beribadah senantiasa di sinagoga, cinta
kebenaran dan kebaikan diajarkannya kepada Maria dan dilatih menerapkan dalam
hidup sehari –harinya. Anna dan Yoakim mengajarkan keteladanan hidup demikian
kepada Maria, membuahkan Maria menjadi wanita yang sungguh beriman, pendoa,
matang dan dewasa, pasrah dan taat kepada kehendak Allah . Senantiasa Maria
hening dikala sedang doa maupun sibuk
waktu melaksanakan kehendak Allah dalam pekerjaan sehari-hari. Inilah penyelenggaraan
Allah yang begitu indah dalam keluarga Maria, di samping Maria sendiri
juga dikaruniai “ penuh rahmat “ oleh Allah,
dalam mempersiapkan Maria menjadi ibu Yesus Sang Penebus.
Setelah
melahirkan, tidak tanggung-tanggung kesulitan Maria dan Yoseph terus beruntun,
Herodes mencari Yesus, Maria dan Yoseph membawa Yesus meninggalkan Betlehem
berjalan menuju Mesir. Empat tahun kemudian, dirasanya Israel aman, mereka
kembali ke Nasareth di tanah Galilea
dan Yesus tumbuh menjadi anak
yang bijaksana, bergaul dekat dengan tetangga dan masyarakat sekitarnya,
kehadiran Yesus di tengah-tengah ayah bunda-Nya dirasakan oleh orang tua dan masyarakat sedusun sebagai suatu kehadiran yang penuh cinta.
Begitu juga Yesus merasakan kehadiran mereka sebagai kehadiran yang penuh cinta
pula, penggenapan dari sabda Tuhan dalam Ams.” 8 : 31 (Anak-anak manusia
menjadi kegembiraan-Ku “. Maka kelirulah kalau kita mungkin mengira, bahwa
tigapuluh tahun lamanya, bahkan Maria dan Yoseph lebih lama lagi, bahwa
tahun-tahun itu merupakan tahun pembatasan diri yang seakan-akan terpaksa
dialami dan dijalani-Nya bersama ayah ibu-Nya.
“ Tidak demikian… “. Sebaliknya Yesus bahagia dan gembira tinggal di
Nasareth bersama orang tua dan warga sekitarnya.
Sementara keliling mewartakan Kabar
gembira, Yesus pernah sempat pulang ke Nasareth, masuk sinagoga dan dalam
ibadah Ia membaca Kitab Suci, menjelaskan kepada orang-orang dalam tempat ibadah itu.
Namun yang semula mereka takjub
mendengarkan Yesus yang begitu sangat piawi
menjelaskannya dan mereka sangat terheran-heran, tiba-tiba berbalik
menentang Yesus dan tidak mau menerimaNya, karena kemudian tahu, bahwa Yesus
hanyalah anak Maria dan Yoseph orang-orang sedesanya.” ….. Lalu kata mereka :“Bukankah Ia anak Yusuf
? “ ( Luk. 4: 22 ). “Adakah sesuatu yang
hebat dan ajaib dari Nasareth ? , tidak mungkin !! “. Itulah kesimpulan mereka.
“ Mereka bangun, lalu menghalau Yesus keluar
dan membawa Dia ke tebing gunung, tenpat Nasaret terletak, untuk
melemparkan dia dari tebing itu. ( Luk. 4: 29). Nasareth tempat Maria mengasuh
Puteranya , bagi mereka orang-orang Nasareth menjadi tidak berarti, mereka
mulai melihat dengan sebelah mata, tak mungkin Mesias datang dari Nasareth,
tanah Galilea, Mesias datang dari Betlehem tanah Yudea. Orang-orang sedesa menjadi berlagak sombong, Maria tetap tenang dan
damai, serta bersikap diam, tetap mencintai mereka, karena hatinya yang selalu hening dan bersatu
dengan Allah.
Maria dan keluarganya hidup miskin dan sederhana
di Nasareth, Maria tidak banyak memiliki, sedikit saja yang ada padanya, namun
Maria kaya rohani berkat sikap miskinnya yang luar biasa di hadapan Allah.
Bahkan satu-satunya Putra yang sangat
dicintainya….., itupun Allah menghendaki dilepaskannya, wafat disalib untuk
kita semua. Maria sungguh teladan cinta, pengosongan dan penyangkalan diri,
sesudah Puteranya .
Nasareth,
Nasareth ……, tempat Tuhan dibesarkan dalam cinta, tempat “TUHAN SUMBER
KEHIDUPAN “ diasuh ayah bunda, engkau dianggap tak berarti. Bukan turun ke
lembah dan ke kota, melainkan ke dalam jurang ketiadaan. Nasareth yang dipenuhi “ ALLAH PUTRA SANG CINTA SEJATI “, justru
bagi mereka adalah di mana :
·
Tidak terjadi
apa-apa
·
Dan tidak ada
yang terjadi
·
Tak suatupun
yang istimewa
·
Tak suatupun
yang menghebohkan
·
Tak suatupun
yang pantas dibicarakan, apalagi muncul Mesias……, tidak mungkin !.
Mereka tak bisa percaya karena tertutup hati.
Natanael yang kemudian disebut Bartolomeus, yang juga dipilih Yesus di antara kalangan duabelas rasul,
sebelumnya sempat mengatakan: “ Mungkinkah
sesuatu yang baik datang dari Nasareth? “ (Yoh. 1: 46).
Bunda
Maria seperti Putranya, masuk dalam jurang ketiadaan, Maria yang menyebut diri
“Hamba Allah yang dina “, Maria yang taat kepada Allah mengalami karya besar telah dikerjakan oleh Allah dalam
dirinya., “ Karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar
kepadaku dan nama-Nya adalah kudus “ ( Luk.1 : 49 ), tanpa rasa sombong, tetapi
merendah dan penuh kerendahan hati dan bersikap miskin di hadapan Allah . “
Sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hambaNya “ (Luk. 1 : 48 ). Maria yang
banyak menderita dalam hidupnya , mampu menemukan makna dan arti rentetan semua
peristiwa dalam seluruh hidupnya untuk mendampingi Yesus, berkat kepasrahannya. Juga Maria mampu merasakan kebahagiaan, sukacita
dan kegembiraan, dibalik semua itu berkat pengosongan dan penyangkalan dirinya.
Itulah cinta Maria yang total terhadap Yesus Putranya. Bahkan Tuhan sendiri
yang menjadi kebahagiaan, sukacita dan kegembiraan Maria yang sempurna di
Nasareth, tempat Maria dilahirkan dan
Putranya Tuhan kita Yesus Kristus dibesarkan penuh cinta . Oleh karena itu,
kita sungguh percaya, bahwa Maria selama hidupnya di Nasareth, ia mengasihi
Yesus Kristrus dengan berkobar-kobar, dan kita melihat Maria adalah pola utama
Gereja dalam meneladani Tuhan kita Yesus Kristus, ibu kita bersama. Maria hidup
dengan penuh kesadaran, ingatan, perhatian, dan pengertian akan
keperluan-keperluan kita. Ia mencintai Yesus, dan kita, serta berbela rasa
terhadap kita semua yang masih dalam peziarahan ini .
Kalau demikian, kita menjadi
mengerti lebih dalam, Yesus dan bunda - Nya yang selalu hidup dalam doa, hening
hati, sebagai dasar dan kekuatan untuk melaksanakan karya Allah yang besar maupun
yang kecil , sederhana dan tersembunyi
dalam hidup kesehariannya,
juga Allah ternyata menghendaki keluarga
ini hidup tenang dan damai di Nasareth, sebelum Yesus berkarya mewartakan Kabar
gembira Kerajaan Allah. Kita diajak untuk dengan hening menelusuri relung-relung kehidupan Keluarga Kudus ini,
yang penuh liku-liku dan derita, tetapi indah. Juga lebih mengertilah kita,
jauh di dalam lubuk hati, mengapa bapa kita St. Fransiskus Asisi sangat
mencintai Bunda Maria dan sungguh-sungguh meneladaninya untuk mengikuti Yesus
Kristus Tuhan kita. “ Aku saudara Fransiskus orang kecil ini, mau mengikuti
hidup dan kemiskinan Tuhan kita Yesus Kristus, serta ibunya yang tersuci, dan
mau bertekun didalamnya hingga akhir. ( FAK hal. 159 ) .
Pati,
18 November 2013.
Sr.
Marie Yose SFD
PERCIKAN SEBUAH HATI
Fungsi hati sebenarnya adalah tempat orang merasakan sesuatu: senang, sedih, marah dll. Selain itu fungsi hati ialah mengatur, melaksanakan segala kegiatan bahkan mencari tujuan hidup. Maka pentinglah fungsi hati digunakan pada setiap gerak langkah kehidupan kita. Hati sangat berpengaruh pada setiap kehendak yang kita lakukan. Demikianpun yang menamakan diri seorang religius, baiklah hati sebagai alat untuk membangun relasi dengan Tuhan.
Setiap hari hidup kita kerapkali bersentuhan
dengan hati. Maka amatlah penting hati kita diolah, baik dari segi rohani
maupun hidup sehari-hari, sehingga perlahan-lahan belajar untuk menggunakan
hati sebaik-baiknya. Sebenarnya apa tujuan hidup kita? Dibalik pertanyaan itu
pastilah sebagian besar orang banyak mengatakan supaya bahagia. Adapun kunci
dari kebahagiaan sejati adalah kalau kita sungguh-sungguh mempedulikan hati.
Hati merupakan pusat hidup kita. Contoh marak akhir-akhir ini diberbagai media
elektronik maupun media massa banyak korupsi bukan hanya dikalangan pejabat
tinggi saja tetapi sudah menjalar pada kaum berjubah. Salah satu pemicu
terjadinya hal tersebut adalah lemahnya fungsi hati yang bekerja pada
orang-orang tersebut. Orang sudah mengabaikan gerak hati yang berkarya dalam
dirinya. Melihat dari sisi luar, mereka itu puas dengan kehidupannya, namun dari hati yang terdalam mengalami kekosongan
tidak menemukan kebahagiaan sejati. Mereka
hanya mencari kebahagiaan yang bersifat sementara dan semu. Memang benar kalau
kita mencari kebahagiaan sejati atau kadamaian hati hanya dapat ditemukan di
dalam hati kita masing-masing. Kebahagiaan sejati tidak akan pernah hilang dan
luntur, kalau kita menjaganya dan memeliharanya dengan baik. Maka perlulah
orang memberikan perhatian khusus kepada hati dan menggunakannya dengan baik
agar kita mengalami kebahagiaan sejati.
Sering kita mendengar ada suatu ungkapan, “sudah periksa kemana-mana tetapi hasilnya tidak ada penyakit apa-apa” lalu apa jawaban sebagian orang “Ah… bereskan hatimu itu“. Sejenak kita tersentak dengan jawaban tersebut tanpa disadari hati besar pengaruhnya pada kesehatan tubuh dan kejiwaan kita. Kalau hati kita tertekan oleh sesuatu masalah yang amat sulit dipecahkan, maka yang diserang adalah organ-organ tubuh kita yang lemah. Sebaliknya apabila perasaan hati kita damai, bahagia, maka tubuh kitapun akan terasa nyaman dan menjadi lebih baik. Ketika hati kita masih ribut dikarenakan sakit hati, perasaan-perasaan negatif dan dendam sangat sulit kita mengalami kesembuhan tubuh secara penuh seperti diharapkan. Kesembuhan secara menyeluruh dapat kita alami, kalau hal-hal tersebut dapat diatasi dengan mendamaikan batin melalui hati kita.
Menengok kedua macam hal yang mendasar dari kegunaan hati yaitu untuk kebahagiaan sejati dan demi kesehatan tubuh dan jiwa. Kegunaan hati yang ketiga adalah menyangkut keseluruhan diri manusia. Maksudnya bahwa hati menentukan secara keseluruhan diri manusia. Hati mencerminkan diri manusia. Siapakah diri kita terlihat dari cara bertindak, sikap dan keadaan hati kita. Sangatlah penting bagi kita kalau memberikan perhatian khusus pada hati kita serta mengolahnya. Kalau kita melulu memperhatikan segi lahiriah saja, maka kita belum sampai pada keseluruhan diri kita. Segala bentuk pemulihan dan perubahan yang sejati keluar dan mengalir dari hati yang terdalam dan penuh keyakinan.
Diatas segala macam fungsi hati yang sudah kita utarakan sebelumnya bahwa ada salah satu hal yang terpenting menyangkut soal hati dan ini ditujukan terlebih khusus bagi kaum religius. Seorang religius lebih mengutamakan hati sebagai kunci utama hubungannya dengan Tuhan. Hidup religius diidentikkan pada kedekatan, keintiman, hubungan mesra dengan Tuhan. Semua itu terlaksana apabila seorang religius memiliki hati yang terbuka untuk menerima apa yang diilhamkan oleh Tuhan. Maka yang dituntut oleh seorang religius yaitu menggunakan hati untuk membangun relasi dengan Tuhan. Diharapkan dari kita adanya sikap peduli akan gerak hati, maka kita mampu memilih dan senantiasa mengandalkan Tuhan setiap saat, pasrah akan penyelenggaraan Tuhan berkarya dalam dirinya. Hanyalah hati yang mampu menjadi pintu masuk kedalam relasi pribadi kita dengan Tuhan.
Betapa mendasarnya segala gerak kehidupan kita
dengan kehadiran sebuah hati. Hati menjadi sumber yang membangun dan
membangkitkan daya hidup kita, baik dalam kehidupan rohani maupun kehidupan
sehari-hari. Maka selagi hati sudah berbicara, jangan butakan dan abaikan hati,
karena hati mengubah segala-galanya.
Novisiat SFD
Sr. Sesilia SFD
SAJIAN KHUSUS
RIWAYAT HIDUP
SUSTER ANITA SRI LESTARI SFD
Tuhan adalah Kasih”
Suster Anita Sri Lestari
SFD, terlahir dari almarhum Ibu Wiyarmi dan Bapak Sudiyo Padmopranowo. Beliau
adalah putra ke dua dari tujuh bersaudara, terlahir dengan nama: Sri Lestari.
Lahir di Solo, pada tanggal 15 Juni 1934. Sebelum masuk biara, Sri Lestari
mengeyam pendidikan Sekolah Dasar dan
SMP dan pernah bekerja di Rumah Sakit Brayat Minulyo Solo.
Allah yang adalah Kasih menyertai perjalanan hidupnya, menyentuh hati Sri Lestari untuk mengikuti panggilan-Nya bekerja di ladang Tuhan. Maka dengan kemantapan iman dan hatinya Sri Lestari memberanikan diri masuk biara di Kongregasi SFD. Sri Lestari diterima sebagai postulan di Pati pada tahun 1964. Kemudian diterima sebagai Novis pada tahun 1965. Perjalanan panggilannya semakin teguh dengan keberaniannya untuk mengucapkan profesi pertama sebagai religius yang diucapkannya tahun 1967, dengan nama biara Suster Anita SFD.
Tahun demi tahun dijalaninya sebagai Suster yang melaksanakan karya perutusan dari Kongregasi. Suster Anita melaksanakannya dengan setia dan penuh tanggung jawab. Pada tanggal 08 Desember 1973, Suster Anita memantapkan panggilannya dengan mengikrarkan kaul kekalnya. Pada tanggal 3 Juli 1991 Suster Anita merayakan pesta Perak Religiusnya. Kemudian pada tanggal 20 Agustus 2007
Suster Anita merayakan pesta 40
tahun hidup membiara.
Teladan Santo Fransiskus dari Assisi yang sederhana, setia, dan gembira menyemangati hidup Sr. Anita di dalam perutusan mengikuti jejak Tuhan Yesus Kristus. Hidup doa sebagai sumber kekuatan hidup panggilannya sungguh dihayati dengan tekun dan disiplin. Sikap ini nampak dan terwujud dalam melaksanakan tugas perutusan sehari-hari yang dipercayakan kepadanya.
Jiwa sebagai pendidik sunguh mendarah daging dalam diri Sr. Anita. Maka seluruh hidupnya sebagai biarawati dicurahkan dalam bidang pendidikan. Sesudah Profesi pertama, Sr. Anita diutus berkarya dan berkomunitas di Boyolali yang mulai pada tahun 1969-1971. Tugas perutusannya adalah sebagai kepala Sekolah Taman Kanak-kanak Boyolali.
Dari kota Boyolali yang sangat sejuk itu, Sr.Anita diutus ke pulau Borneo untuk menjalankan perutusan baru di komunitas Biara “Assisi” Palangka Raya – Kalimantan Tengah mulai tahun 1971-1976 sebagai kepala sekolah Taman Kanak-kanak.
Peziarahan hidupnya dilaksanakan dengan penuh kesiap sediaan di manapun diutus, maka pada tahun 1976-1982 beliau kembali ke komunitas “Rivo Torto” Boyolali sebagai guru bantu di Taman Kanak-kanak. Pada tahun 1982-2002, Sr. Anita kembali ke komunitas “Assisi” Palangka Raya Kalimantan Tengah sebagai kepala sekolah Taman Kanak-kanak. Setelah sekian lama mengabdikan dirinya di dunia pendidikan dan usia yang semakin senja, maka pada tahun 2002-2004 Sr. Anita diutus oleh Kongregasi ke komunitas “St. Fransiskus” Banjarmasin-Kalimantan Selatan untuk membantu di perpustakaan SD “St. Maria” Banjarmasin.
Usia yang semakin senja rupanya tidak menghalangi Sr. Anita untuk terus berkarya dan melayani, dengan gembira dan sukacita beliau menjalankan tugas rumah tangga yang diterimanya dari Kongregasi pada tahun 2004-2007 tepatnya di komunitas pusat biara SFD di Jln. Ganesha II/8 Jogjakarta. Karena kekuatan dan kesehatan yang semakin menurun, maka Sr. Anita akhirnya kembali ke komunitas dimana beliau pertama kali mendapatkan pendidikan sebagai suster SFD yaitu komunitas “San Damiano” Pati pada tahun 2007 sampai sekarang. Di komunitas ini Sr. Anita menikmati usia indah bersama para suster yang juga memasuki usia indah. Beliau menjalani hari-harinya dengan banyak berdoa dan dengan kekuatan yang masih ada, beliau dengan tekun merawat tanaman.
Allah adalah kasih menjadi andalan hidupnya. Setiap tugas perutusan yang dipercayakan oleh Kongregasi dilaksanakan dengan gembira hati dan sukacita, sikapnya yang sederhana, tulus dan humor membuat setiap orang yang bertemu dengannya akan terkenang.
Suster Anita mengalami sakit dan pada tanggal 2 November 2013 masuk RS Mitra Bangsa Pati. Pada tanggal 3 November 2013 menerima Sakramen Perminyakan dari Rm. Antonius Margo Murwanto MSF. Selama 2 minggu Suster Anita menjalani perawatan di Rumah Sakit. Manusia bisa berusaha dan berharap, namun Tuhan saja berhak menentukan hidup kita. Pada hari Sabtu, 16 November 2013 Suster Anita menghadap Bapa di surga.
Selamat jalan Sr. Anita Sri Lestari yang kami cintai. Allah yang adalah kasih telah menepati janji-Nya dan merangkul Suster dalam pangkuan Bapa. Doakan kami para suster SFD yang masih berjuang untuk setia dalam panggilan sebagaimana yang telah Suster hayati sampai akhir.
Kom. San
Damiano Pati
SHARING
HEALING
Pengalaman lima puluh hari di Roncalli memberi banyak
pengalaman yang berharga bagi diri saya, baik dalam proses bimbingan pribadi, mengisi
kembali buku harian dengan disiplin, pengolahan hidup , lewat materi - materi yang diterima
dan juga hidup bersama baik dalam komunitas kecil maupun komunitas besar. Semuanya itu memberi suasana baru dalam hidup
saya, kesempatan ini merupakan suatu rahmat dan anugerah dalam hidup panggilan
saya bahwa kongregasi memberi kesempatan kepada saya untuk mengikuti kursus
persiapan profesi kekal. Hidup adalah suatu pilihan, memilih untuk berprofesi
kekal bukanlah suatu pilihan yang dangkal – dangkal saja tetapi suatu pilihan
yang sungguh – sungguh serius dan tekun untuk berrefleksi dan sekaligus juga
kuat dalam hal discernment sekaligus dibarengi komitmen dan kehendak yang kuat.
Jika kita berdiscernment berarti kita akan memilih keputusan, maka pada saat
itu jiwa perlu lepas bebas dan tidak terikat.
Pengalaman saya di Roncalli
dengan
pembimbing rohani baik dalam keseharian maupun juga saat retret
saya lebih di arahkan dalam proses healing. Secara pribadi saya sangat
bersyukur mendapat pembimbing rohani yang benar –benar menguasi proses
healing. Di Roncalli saya menemukan diri
saya yang sebenarnya.
Healing kembali mengarahkan
saya untuk melihat luka–luka yang belum tersembuhkan, yang membuat pribadi saya
menjadi pribadi yang tidak bebas. Pengalaman saya selama di Roncalli dengan keterbukaan dan
kesetiaan dalam proses healing sangat membantu untuk mengenal pribadi yang
sesungguhnya , sehingga membuat saya mengalami kelahiran baru dimana semua ini
sangat di dukung oleh bantuan suster pembimbing selama di roncalli. Untuk
mengalami kelahira baru itu sangat sakit, sebagaimana layaknya seorang ibu yang
melahirkan bayinya harus melewati rasa sakit. Begitu jugalah yang saya alami
dalam proses healing ini. Tetapi apabila sudah melewati rasa sakit akan
mengalami kebahagiaan, kebebasan/ kemerdekaan. Healing…., berkat bantuan
pembimbing dan keterbukaan dari saya, menghadirkan hal– hal baru yang selama
ini belum pernah saya temukan dan tidak pernah terpikir akan hal itu bahwa hal
baru yang saya temukan itu akar dari semua perasaan– perasaan yang kerap
dialami dalam kehidupan saya selama ini. Perasaan kehilangan, di tolak, takut,
sedih, merasa sendiri, akar dari semuanya itu saya temukan ketika berproses di
roncalli. Healing selalu makan waktu. Makin sakit suatu kehilangan, derita atau
luka, makin banyak waktu yang di butuhkan, inilah yang di sebut proses healing.
Dan saya masih dalam tahap proses ini, walaupun sudah mengalami suatu kelegaan
tetapi tidak semata – mata hanya berhenti samapi disitu, melainkan tetap
mengolah……dan mengolah….. Sehingga proses ini membuat saya lebih matang, lebih
utuh, lebih sungguh ‘ diri sendiri ‘ yang lebih bebas dan terintegrasi.
Tidak hanya lewat healing saya mengalami
peneguhan, tetapi materi– materi lainnya juga sungguh–sungguh memberi inspirasi
dalam diri saya. Secara khusus dalam materi spiritualitas doa yang di bawakan
oleh Rm. Tan Thian Sing MSF. Inti hidup seorang religius adalah hidup doa
(relasi yang intim dengan Tuhan). Tidak ada artinya jikalau saya hanya
mengetahui secara teori tetapi tidak pernah mempraktekkannya. Materi ini
membawa saya untuk masuk dalam diri dan melihat kembali bagaimana semangat doa
saya selama ini. Sekaligus mengarahkan saya untuk memposisikan bahwa DOA harus
menjadi yang prioritas dalam hidup saya.
Makin
sakit suatu kehilangan, derita atau luka, makin banyak waktu yang di butuhkan,
inilah yang di sebut proses healing.
Salam Persaudaraan
Sr. Maria Genovevi SFD
TUHAN AKU INI
KEPUNYAAN-MU
BERBUATLAH SEKEHENDAK-MU
Sr. Giashinta
Sumbayak SFD
Ungkapan ini adalah ungkapan akrab yang kerap saya ungkapkan pada Dia
Sang Penyelenggara Hidup.
Pada bulan Juni para dewan menyampaikan kepada kami bahwa kami
junior ke-enam akan mengikuti kursus
persiapan kaul kekal di Roncalli. Ketika mendengar ini , ungkapan yang sama
terucap dihati saya dan segalanya saya persembahkan pada penyelenggaraan-Nya.
Apapun yang akan terjadi dalam kehidupan
ini, dengan iman saya percaya bahwa segalanya atas persetujuan-Nya. Ia tetap
punya rencana yang baik untuk saya atas semua itu. Maka sejak pemberitahuan itu
saya mempersiapkan segala sesuatu yang harus saya persiapkan untuk kursus itu. Hal
yang perlu untuk saya persiapkan yang terutama adalah HATI saya. Jika hati saya
telah siap saya yakin semuanya juga akan berjalan dengan baik. Mempersiapkan
hati bukan pula hal yang mudah bagi saya , maka Tuhan tetap saya undang untuk
berkarya dan tetap terlibat dalam apapun yang saya lakukan.
Dengan hati yang mantap saya bersama dengan tiga saudari berangkat
menuju Roncalli- Salatiga. Perjalanan kami tempuh dengan semangat yang berkobar
- kobar dan dalam hati kami masing-masing kami menyimpan sejuta harapan
dan niat untuk perjalanan kursus selama
kurang lebih 50 hari.
Pada minggu pertama di Roncalli
masih penyesuaian dengan suasana baru baik untuk tempat, orang dan situasi. Namun
bagi saya situasi ini tidak menjadi penghalang perjalanan kursus saya. Semua
tetap saya nikmati dan menurut saya itu juga bagian dari proses perjalanan
kursus kami. Semua kegiatan selama di Roncalli bagi saya kegiatan yang
mendukung saya dalam penemuan diri saya yang menghantar saya pada pematangan
iman dan kepribadian saya.
Minggu kedua saya sudah bisa beradaptasi dan mulai masuk pada kesadaran
bahwa saya sedang persiapan bukan hanya untuk sekedar berhenti dari rutinitas
harian, lepas dari tanggung jawab dan pergi beristirahat dengan biaya yang
cukup banyak. Memikirkan semua itu dari hati saya yang terdalam sudah memiliki
prinsip sendiri dan berniat untuk konsisten dengan keputusan saya. Bagi saya
kesempatan ini merupakan kesempatan istimewa yang menjadi buah cinta Tuhan dan
dukungan para suster SFD untuk kehidupan saya. Maka semua anugerah ini
sungguh-sungguh saya hargai dan maknai.
Menjadi dewasa dalam iman dan kepribadian, tentu harus mau dan rela berproses
maka dalam berproses ini saya tidak lupa untuk mempersembahkannya kepada Tuhan,
saya tetap memohon bimbingan-Nya untuk keseluruhan proses yang akan saya
jalani. Teristimewa dalam memilih pembimbing yang akan membimbing saya selama
perjalanan kursus, saya percaya siapapun yang diberi itulah yang terbaik untuk
saya, maka keyakinan ini membantu saya saat bimbingan.
Saya percaya bahwa Roh Kuduslah pembimbing
utama saya. Maka dari hati saya yang terdalam saya berniat untuk
sungguh-sungguh serius untuk mengolah kembali hidup saya. Pengalaman pertama
bimbingan, saya mengungkapkan hal yang menurut saya masih perlu bantuan dalam proses pengolahan. Saya
sangat bersyukur mampu mengungkapkan semuanya dan dengan satu harapan “Saya
sembuh”.
Setelah saya telusuri justru pengalaman yang satu ini yang menghambat
saya dalam banyak hal. Sebelum mengikuti kursus, saya merasa bahwa saya masih seperti sebulir padi yang ada
dalam penyimpanan. Masih terbungkus dan fokus pada diri sendiri. Hidup dalam
aneka pertanyaan, mengapa begini?, mengapa begitu?, mengapa? dan mengapa?
Pertanyaan-pertanyaan demikian menandakan belum mengenal diri yang
sesungguhnya. Maka pengalaman ini saya ungkapkan pada pembimbing saya.
Membuka sesuatu hal yang menyakitkan dalam hidup bukanlah hal yang mudah.
Sama halnya seperti sebulir padi yang harus lepas dari kulitnya agar bisa
digunakan. Bila ia harus ditanam maka ia harus keluar dari dirinya menembus
kulitnya dan jadilah ia sebuah tunas yang baru, bertumbuh berproses dengan
harapan suatu saat menghasilkan buah. Demikian juga yang saya alami pada saat itu . Namun karena
Roh Tuhan tetap menyertai saya, dan suasana Roncalli sangat mendukung, semua
dapat saya lalui. Dan syukur pada Tuhan sayapun mengalami pembebasan. Saya
percaya Tuhan masih tetap melanjutkan segala rancangan-Nya atas diri saya dan
Dia punya rancangan yang baik atas diri saya.
Pengalaman kursus merupakan pengalaman berahmat bagi saya. Dengan
rahmat itu, saya mulai bertanya pada
diri saya buah apa kelak yang bisa saya bagikan bagi sesama saya? Buahnya tentu rahmat-rahmat yang telah saya
peroleh dan itulah yang akan saya bagikan. Rahmat utama yang saya almi adalah
rahmat pembebasan, kesembuhan, pengampunan, damai dan iman. Pengalaman ini
menghantar saya pada pengalaman syukur yang memampukan saya untuk lebih
berserah lagi pada penyelenggaraan Tuhan. Saya semakin menemukan betapa Tuhan
itu sangat mencintai saya lewat keluarga saya, para suster saya dan orang-orang
disekitar saya.
Secara istimewa atas kesetiaan Bapa menuntun dan menyertai saya dalam
perjalanan panggilan saya. Keberadaan saya dalam persaudaraan SFD ini hanya
karena belas kasihan dan atas kehendak Allah
sendiri. Maka seluruh hidup dan perjalanan panggilan saya, saya serahkan pada
rancangan-Nya sendiri. Apapun yang ia inginkan terjadilah menurut kehendak-Nya
sebab saya ini adalah kepunyaan Dia. Dengan demikian buah utama yang bisa saya
bagikan adalah hidup saya, kehadiran saya dan diri saya dengan segala anugerah
yang diberikan Bapa. Saya hanyalah sebagai pelaksana namun yang merancang dan
pengambil keputusan atas segalanya adalah
Bapa. Keputusan apapun yang Ia putuskan dalam hidup saya itulah yang
terbaik untuk saya dan saya percaya Ia tetap memampukan saya untuk menanggung
apa pun yang terjadi. Sebab bersama Allah tidak ada yang mustahil, bersama Dia
pasti saya mampu.
Dan bila saya mengandalkan kekuatan saya sendiri maka sia-sialah
segalanya. Jadi yang bisa saya persembahkan pada Tuhan dan sesama adalah hidup saya
dan kehadiran saya. Sedangkan keahlian saya tidak punya, akan tetapi hadir bagi
sesama tentu memberi nilai yang lebih berarti, hadir dengan hati, mendengar
dengan hati, berbicara dengan hati dan melakukan apapun dengan hati. Hanya
inilah yang bisa saya persembahkan, inilah buah yang bisa saya bagikan dan
dengan cara demikianlah saya menjalani hidup saya.
Sebagai manusia tentulah tidak selamanya hidup dalam situasi yang
serba baik. Kelemahan acap kali berbarengan dengan niat-niat baik yang hendak dicapai dalam
hidup. Demikian juga saya dalam menjalani hidup, kelemahan dan kerapuhan
terkadang menantang saya. Sulit untuk mengerti diri dan situasi diri, hidup pun
rasanya berlalu begitu saja seolah-olah hanya sebagai rutinitas saja. Maksud
hati menghasilkan buah yang baik, namun
kenyataanya justru buah yang membuat
orang lain tidak nyaman. Bila situasi demikian yang saya alami, saya bertanya
bagaimana dengan hidup doa saya, bagaimana relasi saya dengan Tuhan. Karena
relasi saya dengan Tuhan tampak lewat relasi saya dengan sesama. Maka maju
mundurnya hidup rohani sangat tergantung
dengan hidup doa saya. Dan lewat doa saya mengalami pembebasan dan kesembuhan.
Semua
menghantar saya pada pengalaman syukur. Bersyukur atas hidup saya saat ini, dan
untuk selanjutnya tetap saya percayakan pada penyelenggaraan Tuhan sendiri.
Saya akan berusaha untuk tetap setia dari hari ke hari sebagaimana Bapa yang
selalu setia pada saya. Dan saya yakin Ia tidak pernah melepaskan saya
sendirian menjalani kehidupan ini. Maka diakhir
refleksi ini saya ucapkan banyak terimakasih kepada Pemimpin Umum dan
Dewan Pimpinan Umum yang telah memberi kesempatan bagi saya untuk mengalami
pengalaman iman ini, demikian juga untuk semua para suster yang telah mendoakan
saya, dan saya masih tetap mohon doa-doa para suster agar saya tetap mampu
setia kepada apapun keputusan Tuhan atas kehidupan saya. Semoga berkat Tuhan mengalir
dalam hidup kita sehari-hari.
MERASAKAN KEHADIRAN TUHAN
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit kami tiba di Bitora dengan selamat. Kehadiran kami di sambut hangat oleh Rm Widi dan para Postulan OFM dan para saudara-saudari yang lain. Suasana yang ceria, akrab dan penuh persaudaraan mewarnai perjumpaan kami. Sebelum acara dimulai kami berjalan-jalan menikmati pemandangan yang ada di kompleks biara yang lumayan luas dan asri. Ada binatang peliharaan, pepohonan berbuah dan bunga-bunga yang tumbuh subur. Sementara kami melihat-lihat kebun ada beberapa orang saudara OFM masih sibuk membersihkan pekarangan dengan penuh semangat. Setelah puas menikmati pemandangan di kompleks biara kami segera bergegas menuju ruangan tempat acara di mulai tampak para suster, bruder, dan frater sudah berkumpul.
Sesuai dengan waktu yang telah disepakati acarapun di mulai yang
dibuka oleh ketua Panitia. Acara dibuka
diawali dengan doa dan beryanyi alias
gerak dan lagu. Semua tampak bersemangat dan aktif baik yang masih muda maupun yang sudah senior. Ada banyak
kegiatan permainan namun yang paling seru dan menyenangkan adalah
permainan Outbond yang membuat kami
semakin gembira dan tertawa.. Bagi kami permainan ini bukan soal
menang dan kalah atau, kuat dan lemah
tetapi kami sungguh merasakan keakraban dalam suasana persaudaraan.
Kami merasa capai tapi sungguh menyenangkan. Tanpa terasa hari sudah
sore dan kegiatanpun segera di akhiri. Dengan doa penutup maka berakhirlah
acara perayaan FRANSISKAN DAY. Kami semua kembali ke komunitas dengan gembira
mespun lelah. Semoga semangat persaudaraan yang kami rasakan dalam perayaan ini
dapat berbuah di dalam hidupku selanjutnya. HIDUP PUTRA PUTRI BAPA ST.
FRANSISKUS. Yes……..yes……yes.
Yogyakarta, 05 Dersember 2013
Sr. Leonora Tumnggor, SFD
Kutemukan
cintaku bersama orang kecil
Indahnya
Malam di Kota Yogya
Seiring waktu yang telah berputar, terus kujalani
bersamamu, para warga UB Sani Pati. Hingga saat ini telah kumengerti, betapa
banyak pengalaman baru kudapatkan dalam hidup bersama 2 minggu.
Aku sungguh bersyukur pada
Tuhan, atas kesempatan yang di berikan padak u,dalam mengalami semuanya itu.
Hingga kini telah kusadari, ini merupakan anugerah panggilan hidup yang telah
kujalani. Pada mulanya, bagiku amatlah sulit, hingga aku bertanya dalam hati, mampukah aku mampu
hidup bersama orang kusta? lalu, waktu dan niatku menjawab, aku mampu dan bisa.
Yach…itu rasanya hatiku saat
pertama kali bersama dengan mereka. Dengan melihat situasi mereka, yang
memiliki latar belakang kurang sempurna. Yach….sungguh sangat mengharukan bagiku,
karena dengan demikianpun, mereka tetap memiliki semangat kerja yang tinggi,
walaupun hanya sebatas kemampuan yang mereka miliki.
Oleh karena itu, aku sangat
bersyukur dan berterima kasih pada konggregasi dan para suster semua, yang
telah mendukungku dalam menjawab panggilan hidup ini. Melalui itu juga,
pastilah mengajakku untuk semakin mencintai panggilan-Nya.
Sr. Roswita SFD
Novis II
Indahnya Kota Yogya
Hari – hari kulewati pelan tapi pasti,
tak terasa empat
bulan sudah, saya berada di kota Jogya dan menikmati indahnya kota ini.
waktu yang cukup
panjang dihiasi dengan canda, tawa, dan tangis. semua kulalui dengan penuh rasa syukur.
Awal yang indah, kurasakan saat aku mengikuti Kursus Gabungan
Novis di Novisiat CB. Perjalanan ke Novisiat CB melewati beberapa kota,
sungguh terasa
asyik. selang
beberapa bulan, kami diajak lagi oleh suster pembimbing untuk ziarah ke Ganjuran
tepatnya di bulan Maria. ini merupakan moment indah yang pantas aku syukuri.
Dalam hati aku terus bertanya,
”Seperti inikah
kota Jogya?”. Aku mensyukuri semuanya, karena melalui panggilan suci ini,
aku bisa sampai
di kota Jogya, yang selama ini hanya sebuah impianku. Pengalaman ziarah merupakan pengalaman indah
dan berahmat. Setelah pulang dari ziarah kami diajak lagi untuk menikmati ke segaranya pantai.
Dalam kegembiraan ini, aku tidak lupa menyerukan pujian seperti yang
diserukan Bapak St. Fransiskus. wow………, betapa indahnya alam ciptaan ini. Tak terasa sang mentari akan kembali keperaduannya
dan kami pun harus pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang,
kami sungguh
menikmati indahnya malam kota Jogya. Sambil bernyanyi dan
bersenda-gurau tak
terasa malam sudah larut. Akhirnya kami tiba di rumah dengan selamat dan penuh sukacita.
Sr. M. Isodora SFD
Novis I
Refleksi
Mengaktualisasikan ciri kita
Yang sesungguhnya...
Tak terasa Tahun 2013 akan berakhir, sejenak kita diajak
untuk merenungkan setahun perjalanan hidup kita, berbagai pengalaman kita
alami, ada pengalaman membahagiakan juga pengalaman yang kurang membahagiakan,
kegagalan dan kesuksesan kita temukan dalam tugas perutusan yang dipercayakan
kepada kita masing-masing, ini semua kita terima sebagai kesempatan berahmat
dalam menjalani sebuah proses menuju kedewasaan iman dan pribadi yang merdeka
dalam peziarahan kita lewat panggilan yang kita terima sendiri dari Sang
Pencipta kita.
Dalam perjalanan yang kita lalui setiap hari baik dalam
hidup bersama pun dalam tugas perutusan, tanpa kita sadari sering kita
menemukan pribadi yang hanya percaya kepada sosok yang berpengaruh dalam hidup,
yang bisa memberikan kenyamanan dan bila dirasa tidak menjadi ancaman dalam
tugas dan hidup bersama, inilah tantangan hidup bagi kita yang kurang mampu
mengaktualisasikan ciri kita yang sesungguhnya, dalam cita-cita bersama kita
ingin maju, tetapi kenyataannya kita hanya berdiri ditempat saja, bahkan kita
mengubur diri dalam lumpur kenyamanan, yang membuat kita jauh dari gerak bersama.Mungkin pengalaman ini sering dialami
oleh masing - masing pribadi, hanya karena alasan tertentu atau berbagai
pengalaman atau ketakutan muncul dalam hati, maka pengalaman ini berlalu begitu
saja, sehingga muncul pribadi yang cuek, tidak mau tau dengan situasi tersebut.
Kita yang menamakan diri sebagai pengikut Yesus Kristus,
kita diajak menjadi pribadi yang lepas bebas. Lepas bebas berarti kita tidak hanya melihat dari sisi
kenyamanan tetapi kita diajak menjadi pribadi yang merdeka, matang dalam hidup
rohani dan juga dalam tindakan setiap hari.
Semoga dalam perjalanan kita masing - masing kita berani menjadi pribadi yang
merdeka tanpa melihat dan memperhitungkan resiko dalam hidup kita setiap hari,
sehingga Sabda Tuhan semakin hidup dan bermakna dihati kita, yaitu; Aku
dipanggil untuk kemerdekaan, maka abdilah satu sama lain dalam kebenaran.
Kisah Inspirasi
Inspirasi
Person of the Year Versi Time
Paus
Fransiskus terpilih sebagai tokoh tahun ini oleh majalah berita TIME.
Majalah yang
berkantor pusat di New York ini memilih Paus Fransiskus karena dinilai telah
menjadi 'suara baru hati nurani'Sangat
jarang, ada pemain baru di panggung dunia yang menjadi pusat perhatian dalam
waktu yang sangat singkat," ungkap Nancy Gibbs, pemimpin redaksi TIME.
Gibbs
mengatakan golongan tua, generasi muda, pendukung dan pihak-pihak yang sinis
semuanya bisa menerima Paus Fransiskus.
"Hanya
dalam kurun waktu sembilan bulan ia berhasil menempatkan dirinya sebagai pusat
dari tema-tema aktual saat ini," kata Gibbs.
"Mulai
dari perdebatan tentang kemakmuran dan kemiskinan, keadilan hukum,
transparansi, globalisasi, peran perempuan, pernikahan, hingga godaan untuk
berkuasa," jelasnya.
Gibbs
menambahkan untuk seseorang yang bisa menghadirkan lembaga kepausan kedalam
kehidupan praktis sehari-hari, Paus Fransiskus layak dinobatkan sebagai tokoh
tahun 2013.
Paus
Fransiskus adalah paus ke-266 yang menggantikan Paus Benediktus XVI yang
mengundurkan diri pada 28 Februari 2013.
Pria yang
lahir di Buenos Aires, Argentina, pada Desember 1936 ini adalah paus pertama
dari Amerika Selatan.
Ia dikenal
sebagai tokoh sederhana dan sebagai pemimpin umat Katolik dunia menolak memakai
mobil Mercedes dan memilih mobil Ford Focus lama.
Damai
di malam natal
Pada tahun 1914 ada sebuah kisah menarik
yang terjadi di malam Natal. Saat itu terjadi peperangan antara Inggris, Jerman
dan Perancis. Di malam Natal seperti itu, pastilah para prajurit ingin berada
di rumah, berkumpul dengan keluarga, menyiapkan kado-kado, bernyanyi dan
menikmati sukacita serta hidangan yang enak. Tapi kali ini mereka berada jauh
dari rumah, jauh dari keluarga dan orang-orang yang dicintai. Salju yang turun
menambah dinginnya udara malam dan dinginnya hati mereka. Perut lapar, pakaian
yang basah, dinginnya udara dan tempat tinggal yang becek serta ketidaknyamanan
suasana perang merupakan satu harmoni yang semakin menghilangkan semangat untuk
mengangkat senjata. Ada satu kerinduan untuk duduk bersama keluarga didepan
perapian sambil mengunyah kue-kue yang lezat.
Seorang prajurit yang tertembak merintih menahan sakit, sementara
yang lain menggigil kedinginan. Pimpinan mereka pun malam itu tidak seperti
biasanya. Ia kelihatan sangat bersedih, menangis teringat akan anak dan
isterinya. Entah kapan mereka akan pulang dan berada ditengah orang-orang yang
mereka kasihi. Mereka semua diam membisu selama beberapa jam, tetapi tiba-tiba
nampak cahaya kecil yang bergerak-gerak dari arah pasukan Jerman. Ternyata ada
prajurit Jerman yang membuat pohon Natal kecil dan mengangkatnya keatas agar
kelihatan. Ia melakukan itu sambil mengalunkan lagu “Stille Nacht, Heilige Nacht” atau lagu “Malam Kudus”.
Alunan lembut lagu itu membuat hati para prajurit pilu karena mereka teringat
suasana Natal ditengah-tengah keluarga. Prajurit Jerman yang menyanyikan lagu
itu ternyata adalah seorang penyanyi tenor opera terkenal sebelum dikirim ke
medan perang. Sambil menyanyi, prajurit itu berdiri dari tempat
persembunyiannnya sehingga musuh dapat melihatnya. Ia ingin menyampaikan makna
Natal yang sesungguhnya, yaitu berbagi kasih dan damai. Prajurit tersebut
bersedia mengorbankan nyawanya, ia bersedia ditembak oleh musuh karena mereka pasti
bisa melihatnya dengan jelas. Tetapi, apakah yang terjadi?
Satu per satu dari masing-masing pasukan keluar dari persembunyian
dan ikut menyanyi. Mereka berkumpul bersama dan air mata tidak tertahankan.
Seorang prajurit Inggris musuh bebuyutan Jerman malah mengiringi nyanyian
tersebut dengan sebuah alat musik tiup yang dibawanya. Tidak ada lagi lawan,
tidak ada peperangan, tidak ada benci, yang ada hanya kedamaian didalam
kebersamaan. Mereka semua bersama-sama menyanyi dalam bahasa mereka masing-masing,
dilanjutkan lagi dengan lagu “Hai Mari Berhimpun”. Mereka yang tadinya adalah
musuh yang berusaha saling membunuh, kini merasakan aliran damai Natal. Mereka
bersama-sama menyembah dan bersyukur atas kelahiran Juruselamat.
Makna Perayaan Natal 2013
semua, tak lama lagi, perayaan Natal atau hari kelahiran Kristus sang Juru Selamat yang termanifestasi dalam tubuh Yesus Putra Allah yang Maha Tinggi akan kita rayakan. Lalu, seperti apa makna Natal bagi pribadi kita?
semua, tak lama lagi, perayaan Natal atau hari kelahiran Kristus sang Juru Selamat yang termanifestasi dalam tubuh Yesus Putra Allah yang Maha Tinggi akan kita rayakan. Lalu, seperti apa makna Natal bagi pribadi kita?
Untuk menentukan makna
Natal yang sebenarnya, mari kita baca sebuah ilustrasi berikut. Kalau kita
sering menonton film disney, pastinya tidak asing lagi bahwa hampir semua film
animasi disney membawakan figur binatang sebagai pemeran dalan setiap kisahnya
semisal donal bebek, winnie the pooh dan sebagainya. Seperti halnya kita
manusia, bintang-binatang dalam tokoh disney juga merayakan natal dan selalu mempersiapkan
dirinya untuk menyambut natal. Di sini, binatang atau hewan yang akan kita
bicarakan adalah tentang tikus, babi, burung gereja, merak dan semut.
Si tikus adalah binatang
pengerat alias pemakan segalanya. Jadi, baginya, ketika merayakan natal, adalah
saat dimana kita bisa makan dengan sepuas-puasnya karena tentu saja banyak
undangan kesana kemari dengan label gratis. Banyak rumah yang terbuka dan
menyediakan makanan yang tentunya enak. Itulah makna natal bagi si tikus, makan
sepuas-puasnya.
Lalu, hewan yang kedua
adalah babi. Babi adalah binatang yang biasa dipelihara di dalam kandang
(khususnya di Indonesia dan beberapa negara lainnya, soalnya ada yang hanya
membiarkannya dan hanya mengikatnya seperti sapi atau kerbau). Nah, dalam
setiap harinya, ada dua kali waktu ketika si babi akan mengeluarkan suara
senyaring-nyaringnya sambil membenturkan badannya ke kandangnya, waktu di mana
mereka akan diberi makan. Nah, bagi si babi, merayakan Natal baginya adalah
merayakannya sambil berteriak-teriak dan membuat suara gemuruh sambil loncat ke
sana ke mari dan menghasilkan suara yang bising. Itulah makna natal bagi si
babi, membuat suara gaduh hingga terdengar seantero dunia sekitarnya.
Lain halnya dengan burung gereja.
Burung gereja biasa mengeluarkan suaranya yang merdu dengan mencicit-cicit di
sekitar atap rumah. Nah, untuk merayakan natal, maka si burung gereja akan
terbang ke sana ke mari sambil mengeluarkankan suaranya yang merdu. Suara-suara
mereka dipadukan dengan berbagai jenis suara dari burung lainnya hingga
menghasilkan sebuah lagu yang merdu dan enak di dengar, sebuah harmonisasi
paduan suara yang sangat indah. Maka itulah makna natal bagi si burung gereja,
bernyanyi dengan merdu dan seindah-indahnya, bersaing dengan burung gereja lain
dengan suara mereka yang merdu.
Lain burung gereja, lain
pula burung merak. Burung merak terkenal akan keindahan bulunya. Maka tak heran
jika pada saat merayakan natal, semua burung merak akan berlomba-lomba untuk
membentangkan bulunya dan memperlihatkan kepada dunia, betapa indah dan
cantiknya mereka karena dibalut dengan bulu-bulu yang indah. Itulah makna natal
bagi si burung merak. Tampil dengan bulu yang seindah-indahnya dan tampak
cantik daripada semua orang lain.
Lalu, hewan yang terakhir
adalah si semut. Seperti yang diketahui bahwa masa Natal tiba pada saat
datangnya musim salju (dingin), masa di mana si semut akan kesulitan untuk
mendapatkan bahan makanan. Maka jauh hari sebelumnya, si semut, mulai dari
semut pekerja hingga ratunya, bahu membahu mengumpulkan makanan. Siang atau
malam hari, mereka terus bekerja agar semua warga semut nantinya tidak
mengalami kelaparan dan kedinginan. Maka, pada perayaan natal nantinya, si
semut semuanya akan berbahagia karena mereka tidak akan kekurangan makanan
selama musim dingin. Di saat natal inilah, si semut saling berbagi satu dengan
yang lain, baik si ratu maupun pekerja, semua mendapatkan makan yang cukup dan
bergembira di hari Natal.
Dan pertanyaan pun
dilemparkan kepada kita semua, Seperti apakah kita akan memaknai Natal kita? Apakah
seperti si Tikus yang memaknai Natal dengan makan sepuas-puasnya? Banyak orang
yang merayakan natal dengan cara menghidangkan makanan dengan berlimpah dan
enak untuk menjamu tamu-tamunya. Dan bagi para tamu, saat seperti inilah adalah
moment untuk makan dengan sepuas-puasnya, dengan sekenyang-kenyangnya, mulai
dari kari ayam, soup, ayam sau kecap, dll. Apakah seperti itu makna natal bagi
kita? Bukankah masih banyak orang yang kelaparan disekitar kita?
Ataukah makna Natal
seperti Babi yang membuat suara bising senyaring-nyaringnya? Banyak orang yang
memaknai Natal dengan berkumpul bersama untuk membuat keramaian dengan suara
gaduh sambil minum dan berpesta pora sehabis-habisnya. Sadarkah kita bahwa
mungkin disekitar kita ada yang sedang sakit, yang sakitnya bisa bertambah
parah jika mendengarkan suara bising? ataukah tidak kita sadari bahwa disekitar
kita ada orang yang sedang berduka?
Ataukah seperti burung
gereja yang harus bernyanyi dengan semerdu-merdunya? Banyak orang juga yang
memaknai Natal dengan menampilkan paduan suara yang merdu. Pokoknya lagu atau
suara mereka harus lebih merdu dari gereja tetangganya. Natal mereka bermakna
jika mereka bernyanyi lebih merdu dari gereja tetangga.
Ataukah juga seperti si
burung merak yang tampil dengan baju-baju yang baru dan indah? Kan ada banyak
orang juga yang merasakan Natal itu bermakna kalau sudah memakai baju baru.
Biasanya orang akan berkata, mana baju Natalmu yang baru? atau dengan bangga
menunjukkannya kepada dunia bahwa mereka sedang memakai baju Natal yang baru.
Sadarkah kita bahwa disekitar kita banyak orang yang masih bertelanjang dada
bahkan dimalam dingin yang menusuk kulit, hanya karena tidak mampu membeli
sehelai kain untuk menutupi tubuh renta mereka? ingatkah kita akan korban
bencana seperti di Filipina? adalah kita mengirimkan selembar kain lusuh kita
kepada mereka?
Dan ataukah makna natal
anda hanya seperti si semut. Yang memaknai natal mereka dengan saling
melengkapi dalam kebahagiaan, yang menikmati masa lelah mereka dengan masa
bahagia dalam kebersamaan di hari Natal?
Saya rasa anda sudah
tahu, makna Natal seperti apa yang ingin anda rasakan. Selamat Natal buat kita semua.
Pojok Puisi
CINTAKU
TUMBUH DI JOGYA
Awalnya saya tidak pernah bermimpi
Bermimpi
untuk sampai di kota Jogya
Saya juga
tidak pernah berharap
Walau
berharap sekalipun itu tidak mungkin terjadi
Karena
cinta Tuhan
Aku
disapa dan di panggil
Dipanggil
untuk merasakan sesuatu hal
Yang
indah dalam kemuliaan-Nya
Kini apa yang
jauh di hati
Sudah dekat
di mata
Lewat
kongregasi SFD yang kucintai
Aku tiba
di Jogya
Di kota Jogya aku
dapat merasakan cinta-MU
Dan indah nya ciptaan-Mu
Tinggal
bersama saudara/I Yang mencintaiku
Oh….sungguh
senangnya hatiku
Menjalani
kasih-Mu
Lewat
Panggilan-Mu
Aku
mencintai-Mu
Sr. Eufrasia
Maria SFD
Novis I
LONCENG
NATAL
Saya mendengar lonceng berdentang pada
hari Natal
Lagu-lagu Natal yang sudah dikenal,
Betapa nyaring dan merdunya kata-kata yang terdengar lagi
Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!
Saya berpikir, seandainya pada hari Natal,
semua lonceng yang tergantung di menara gereja
Memainkan lagu tanpa hentinya
Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!
Dan dalam keputusasaan saya menundukkan kepala;
"Tidak ada damai di bumi," kataku;
"Karena kebencian ada di mana-mana, dan mengejek lagu tentang
Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!"
Tetapi suara lonceng yang berdentang bergema semakin kuat:
"Tuhan tidak mati atau tertidur!
Yang jahat akan jatuh, yang benar akan menang,
Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!"
Lonceng terus berbunyi, berdentang,
Bumi berputar dari malam hingga pagi,
Suara, lonceng, nyanyian agung, terdengar merdu,
Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!
Lagu-lagu Natal yang sudah dikenal,
Betapa nyaring dan merdunya kata-kata yang terdengar lagi
Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!
Saya berpikir, seandainya pada hari Natal,
semua lonceng yang tergantung di menara gereja
Memainkan lagu tanpa hentinya
Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!
Dan dalam keputusasaan saya menundukkan kepala;
"Tidak ada damai di bumi," kataku;
"Karena kebencian ada di mana-mana, dan mengejek lagu tentang
Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!"
Tetapi suara lonceng yang berdentang bergema semakin kuat:
"Tuhan tidak mati atau tertidur!
Yang jahat akan jatuh, yang benar akan menang,
Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!"
Lonceng terus berbunyi, berdentang,
Bumi berputar dari malam hingga pagi,
Suara, lonceng, nyanyian agung, terdengar merdu,
Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!
Henry Wadsworth
Longfellow
Senyum Sejenak
Hilangnya Bayi Yesus
Hari
itu adalah hari setelah
Natal di sebuah gereja di Kota Baru, Yogyakarta. Pastor
Sindhu melihat kandang Natal di luar ketika ia melihat bayi Yesus itu hilang
dari kandang.
Segera, Pastor berpaling ke arah gereja untuk menelepon polisi. Tapi sebelum sempat melakukannya, ia melihat Jimmy kecil dengan gerobak merah, dan di dalam gerobak adalah sosok bayi kecil, Yesus.
Pastor menghampiri Jimmy dan berkata, "Jimmy, dari mana kau mendapatkan bayi kecil?" Jimmy menjawab, "Aku mengambilnya dari gereja."
"Dan mengapa kamu membawanya?"
Dengan senyum malu-malu, Jimmy berkata, "Oh, sekitar seminggu sebelum Natal saya berdoa kepada Bayi Yesus dan saya bilang, jika
Segera, Pastor berpaling ke arah gereja untuk menelepon polisi. Tapi sebelum sempat melakukannya, ia melihat Jimmy kecil dengan gerobak merah, dan di dalam gerobak adalah sosok bayi kecil, Yesus.
Pastor menghampiri Jimmy dan berkata, "Jimmy, dari mana kau mendapatkan bayi kecil?" Jimmy menjawab, "Aku mengambilnya dari gereja."
"Dan mengapa kamu membawanya?"
Dengan senyum malu-malu, Jimmy berkata, "Oh, sekitar seminggu sebelum Natal saya berdoa kepada Bayi Yesus dan saya bilang, jika
dia akan memberikan saya gerobak merah untuk Natal, aku akan
mengajaknya berkeliling."
Tidak ada komentar :
Posting Komentar