Rabu, 24 September 2014

Majalah Persaudaraan Kompak SFD

www.kongregasi-sfd.org
 Majalah   Kompak SFD






Buletin Komunikasi Persaudaraan Antar Komunitas
Suster-suster Fransiskus Dina
Edisi November-Desember 2013

“Datanglah, ya Raja Damai”













Redaksional




Para saudari yang terkasih di seluruh tanah air, selamat jumpa kembali dalam edisi Kompak Nov-Des di tahun 2013 ini.
Di bulan November kita mengenangkan semua arwah, maka kita sering menyebut sebagai bulan arwah, bahkan secara khusus Gereja memberi indulgensi penuh bagi jiwa-jiwa yang didoakan mulai dari tanggal 1-9 November atau bila mendoakannya dalam perayaan ekaristi dan berjiarah ke makam.
Pada bulan Desember tepatnya tanggal 01 Desember 2013  kita memasuki masa Adven, dimana kita diberi kesempatan oleh gereja untuk menyiapkan diri dalam menyambut kelahiran Tuhan Kita Yesus Kristus.
Para saudari yang terkasih, sering kali dalam masa adven kita sudah mempersiapkan banyak hal dalam merayakan hari raya natal. Di setiap komunitas diadakan rapat komunitas untuk mempersiapkan natal, mulai dari siapa yang memimpin tridiuum dan dimulai dari tanggal berapa, lalu seksi gua natal, seksi konsumsi dan seksi dekorasi, dan advent angel, dan lain-lain. Dan bahkan sudah persiapan untuk berlibur tahunan.
Para saudari yang terkasih, apakah semua itu termasuk dalam mempersiapakn kelahiran Tuhan Kita Yesus Kristus?  Sering kita hanya mempersiapkan hal-hal lahiriah, maka tidak heran bila anggaran untuk bulan Desember itu meningkat. Tidak salah bila kita mempersiapkan hal-hal yang lahiriah, namun yang paling penting adalah persiapan batin kita masing-masing.
Bacaan injil pada Minggu I advent diperdengarkan kepada kita bahwa anak manusia datang dengan tidak disangka-sangka, maka harus senantiasa bersiap-siap. Yohannes Pembabtis senantiasa mengingatkan kita akan pentingnya pertobatan.
Mari para saudari kita pergunakan masa adven ini sebagai saat yang baik untuk mempersiapkan batin kita agar layak sebagai tempat Yesus dilahirkan. Mari kita dengarkan ajakan Yohannes Pembabtis yang berseru-seru, “Bertobatlah sebab Kerajaan Allah sudah dekat”. Selain itu juga, mari kita teladani kesederhanaan Bunda Maria dalam menerima tugas dari Allah. Dalam kesederhanaan Yesus dilahirkan, maka mari kita rayakan Hari Raya Natal ini dengan penuh hikmat dan dengan kesederhanaan. Semoga kita layak menyambut Sang Bayi Yesus dalam hati kita semua. Semoga….                                 

Pace e bene










DAFTAR ISI

Redaksi
Daftar Isi
Petuah Suster Pendahulu
Muder Constantia Van Der Linden
Sajian Utama
Cepat atau lambat kita akan mati jua
Nasaret Kehadiran Penuh Cinta
Percikan sebuah hati                                                                                                                
SajianKhusus
In memoriam Sr. Anita Sri Lestari SFD
Sharing                                                                                                                     
Healing
Tuhan aku ini kepunyaanMu
Merasakan kehadiran Tuhan                                                                               
Kutemukan cintaku bersama orang kecil
Indahnya malam di kota Yogya                                                                            
Refleksi
Mengaktualisasikan ciri kita
Inspirasi
          Damai natal                                                                                                        
Puisi              
Cintaku tumbuh di Yogya
Lonceng natal                                                                                                         
Senyum Sejenak


Penasehat                              : Sr. Adriana Turnip SFD
Penanggung Jawab               : Sr. Filomena Turnip SFD
Sekertaris                               : Sr. Egidia Sitanggang SFD
Bendahara                             : Sr. Skolastika Simbolon SFD         
Tim Redaksi                           : Sr. Isabella Ginting, SFD, Sr. Giovani  Purba SFD
                                                       Sr.  Sisilia SFD,
               Distributor                             : Sr. Valentina SFD, Sr. Calixta SFD, Sr. Yolanda SFD
     Alamat Redaksi                      : Jln. Ganesha II/ 8 Yogyakarta 55165
Email                                       : kompak_sfd@yahoo.co.id

Redaksi menerima artikel-artikel, berita kegiatan, refleksi, puisi. Artikel–artikel akan diolah ulang oleh redaktur tanpa mengabaikan isi pokoknya. Artikel dapat dikirim melalui pos atau e-mail.






MUDER CONSTANTIA VAN DER LINDEN
 (1752 – 1814)










































Cinta Tetap Bernyala di Hati Muder Constantia Van Der Linden, Revolusi Francis bukan halangan baginya untuk meneruskan panggilan.
Suster Constance lahir  di kota Leuven tahun 1752 dengan nama Anna Therese. Buah hati pasangan Joannes Babtist van der Linden dan Anna Catarin Vogels. Sr. Constance memiliki saudari seorang suster Claris bernama Sr. Victoria van der Linden di Nantes.




Perjalanan Panggilan
                Sr. Constance mengucapkan kaul di biara Peniten Rekolektin di Leuven pada tanggal 18 Juni 1781. Di dalam biara mereka mengalami kehidupan yang damai dan tenang, dan mereka menjalankan kehidupan doa, persaudaraan dan pelayanan dalam situasi ini. Tidak lama sesudah Sr. Constance mengucapkan kaul situasi politik berubah.  Pada tanggal 28 November 1781 di bawah resim Joseph II mengeluarkan ketetapan-ketetapan mengenai penutupan komunitas religius. Dikeluarkan lagi ketetapan penutupan biara kontemplatif pada tanggal 18 November 1782 dan sebanyak 163 biara kontemplatif ditutup. Biara Peniten Rekolektin Leuven lolos dari tangan para penghancur itu dan bebas dari penutupan biara-biara. Secara diam-diam para suster masih merayakan pesta biara seperti pesta profesi.
                Nama Sr. Constance tidak terlalu banyak disebut pada masa ini. Ketika politik bergejolak lagi, dan diminta untuk mendata harta benda biara, jumlah anggota dan tugas para suster. Pada tanggal 4 Agustus 1794 Sr. Mere Antoine telah menjelaskan dan membuat ini semua.

Namun hal yang sama harus dibuat lagi,               Sr. Antoine meminta Sr. Loise dan Sr. Constance  van der Linden menandatangani dokumen ini. Sr. Constance disebut seorang suster yang dapat  memegang rahasia.
                Dalam waktu yang dekat terjadilah penyitaan harta benda biara dan pengusiran para religius dari biara-biara. Para suster tidak mau menerima ganti rugi yang ditawari. Musibah tidak bisa dihindari, walau hati masih ingin menikmati ketenganan di biara, hidup dalam doa, persaudaraan dan pelayanan. Pada tanggal 8 November 1796 pukul 11 para suster Peniten Rekolektin Leuven diusir dari biaranya.

Kehidupan Religius harus diteruskan
Sangat menyedihkan, hidup membiara yang sangat dicintai dan ketenangan di dalam biara akan ditinggalkan. Tentu para suster mengalami pergulatan batin, menderita, dan yang paling menyedihkan mereka menjadi seorang buangan di tanah air sendiri. Bagaimanapun tantangan dan cobaan harus dihadapi. Perlu sikap pasrah dalam menerima situasi ini, karena mereka tak punya daya melawan dituasi yang sedang bergejolak. Mereka menerima dengan lapang dada dan memaknainya dalam Sabda Tuhan yang berbunyi:“ Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena mereka yang empunya Kerajaan Surga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiyaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah  karana upahmu besar di surga (Mat. 5:10-11).
                Suster-suster Agustines mengalami hal yang sama, pada tanggal 29 November 1796 diusir dari biara. Dalam situasi yang sangat menyedihkan, mereka tidak menyerah pada keadaan. Sr. Constance dan temannya dari biara Peniten Rekolektin Leuven mengadakan kontak dengan Sr. Francois Timmermans dari biara Agustines. Nasib yang sama mempersatukan mereka untuk meneruskan kehidupan membiara. Sebelumnya Sr. Constance van der Linden dan Sr. Coleta Coopmans dari biara Peniten Rekolektin dari Leuven mendapat surat resmi dari Propinsial J. Proost, yang menyatakan bahwa mereka benar-benar suster-suster yang mengucapkan kaul dari biara Peniten Rekolektin Leuven. Kobaran semangat yang membara di hati Constance van der Linden, Sr. Coleta Coopmans, Sr. Angelina Van  Kerkhove, Sr. Francois Timmermans, dan Sr. Agustine Jansens suster yang terusir ini mendorong mereka untuk mengadakan pertemuan di rumah bapak Timmermans, akhirnya mereka sepakat untuk meneruskan kehidupan religius, bila tidak mungkin di Belgia, keluar dari Belgiapun jadilah.
                Tuhan mengirim hamba-hambanya yang baik hati untuk membantu mereka, Presiden van Gils dan P. Linus memberi semangat dan perhatian, atas berbagai pertimbangan maka pada tanggal 28 Agustus 1798 Sr. Constance dan temannya mengadakan perjalanan. Pada hari Senin, 8 Oktober 1798 mereka tiba di Bokhoven dan melanjutkan perjalanan ke Basoyen. Tentu perjalanan ini atas bantuan beberapa orang yang bermurah hati.
Memulai kehidupan bersama amat mendapat tantangan, para suster harus tinggal di rumah besar yang terbuat dari  batu. Mereka tidak memiliki perkakas rumah, baik kursi maupun meja. Mereka menerima kemiskinan ini dengan rela dan gembira. Mereka saling membesarkan hati. Hidup mereka jalani dengan riang gembira.  Kesaksian hidup yang bersahaja ini menarik perhatian masyarakat di sekitarnya. Orang-orang berdatangan membawa barang-barang untuk para suster, dan bahkan anak-anak muda mengumpulkan tabungan untuk para suster, begitulah banyak orang menunjukkan kasih kepada para suster. Perjuangan para suster belum berhenti, pada malam hari mereka mengalami kekurang nyamanan oleh karena rasa dingin yang luar biasa dan kekurangan selimut dan tempat tidur. Ada suster yang tidur di lantai, ada yang di dalam lemari baju, ada yang menindih tubuh dengan kursi. Para suster tidak menyerah, namun tetap bertekun dalam doa.
                Para suster tekun dalam doa bahkan doa tengah malam, mengadakan puasa yang keras bahkan mendera tubuh. Disamping itu para suster harus bekerja, pelayanan yang pertama dibuka yaitu mengajar anak-anak dengan sarana seadanya. Dalam perjalanan dirasa rumah yang ditempati kurang mendukung kesehatan para suster, maka ada rencana mencari rumah yang lebih cocok dan ada rencana mendirikan pensionat. Maka direncanakanlah perjalanan ke Breda untuk menemuai pemilik rumah (kastil) yang ada di Waalwijk. Mereka memilih kusir dengan kereta kuda untuk perjalanan ke Breda. Sr. Contance dan Sr. Fransiska memulai perjalanan, di tengah perjalanan terjadilah  taufan yang dasyat, sejumlah gedung porak poranda, pohon-pohon bertumbangan, genangan air memenuhi jalan, angin kencang menghantam kereta yang mereka tumpangi. Pak kusir terlempar, kuda terhuyung-huyung dan roda keretapun terlepas tepatnya di desa kecil bernama Dongen. Mereka mengalami mukzijat, mereka sehat dan selamat. Dengan jubah basah kuyup kedua suster ini pergi mencari pastoran.
                Tuhan menunjukkan kehendaknya kepada kedua suster ini, mereka diterima pastor dengan ramah dan bersahabat. Melihat keramahan pastor mereka terdorong untuk menceritakan maksud tujuan mereka mengadakan perjalanan itu. Pastor Lambertus van Gils menjawab dengan suara bergetar:”Suster-suster tidak boleh meneruskan perjalanan, disini ada kesempatan yang bagus untuk mewujudkan rencana suster, disinilah tempat anda”. Satu rencana terjawab namun urusan ini harus dibicarakan dengan presiden seminari dan pimpinan rohani diosesan Adrianus Oomen. Dalam pembicaraan mengenai rencana para suster dan Tanya jawab yang panjang, Adrianus Oomen menanyakan apakah para suster mempunyai dana untuk rencana mulia itu. Dengan mantap menjawab, “ya Pastor  kami pasti mempunyai dana itu”. Pastor lanjut bertanya, bolehkah saya tau dalam bentuk apakah dana itu? Sr. Fransiska dengan tegas menjawab itu ada pada “Penyelenggaraan Illahi, kami mempercayakan seluruhnya kepadaNya Pastor”.  Tuhan punya cara menggerakkan hati pastor, presiden menyetujui rencana itu dan sekaligus menawarkan diri menjadi pembimbing rohani para suster.
                Begitulah Tuhan menunjukkan kasihnya kepada para suster yang berhati baik untuk meneruskan karya keselamatan. Cobaan demi cobaan berat semua dapat dilalui dengan bantuan Tuhan dari Surga. Para suster tidak henti-hentinya berdoa kepada Tuhan, Tuhan mengeringkan air mata mempelaiNya yang setia demi kemuliaanNya bekerja di Kebun AnggurNya. Para suster menjanjikan ketaatannya kepada Sr. Costantia sebagai yang tertua.
                Tepat tanggal 26 Maret 1801 menetaplah mereka di Dongen dan membuka pensionat. Para suster dari Biara Agustines, Sr. Emmanuel dan Maria Raymakers menjalani masa novisiatnya. Sr. Constance van der Linden menjadi Magistra dan Pemimpin pertama. Beliau sangat menghidupi ketaatan suci, seorang ibu yang tulus tanpa membeda-bedakan, seorang yang kuat, tabah, tangguh, gembira. Ia bijaksana, punya kepedulian terhadap orang sakit, berani menghadapi masalah, memiliki ketekunan besar dalam pembaharuan. Dalam perjalanan calon mulai berdatangan dan perhimpunan ini semakin menunjukkan perkembangannya. Setelah pensionat dibuka datanglah bergabung               Sr. Agustine Jansen karena situasi keluarga. Muder Constance seorang guru dan pendorong yang bersemangat, pensionat berkembang dan kehidupan bersama berkembang. mereka menghidupi tradisi hidup kontemplatif. Namun karena pelayanan dan kesehatan mereka didesak untuk mengurangi kerasnya puasa, dan doa tengah malam. Suster-suster Dongen pertama berkembang dengan terpuji dan dengan rendah hati taat kepada pembimbing. Muder Constance akhirnya menyelesaikan tugasnya dengan baik, kehidupan religus sudah terbentuk dan karya juga sudah berkembang, beliau mengalami sakit kanker ganas dan sempat menjalani perawatan di pensionat Dongen. Muder Constance dengan tenang menghadap Sang Mempelai tanggal 24 Oktober 1814, tutup usia 61 tahun 11 bulan 7 hari.
Perjuangan Muder Contance van der Linden beserta kawan-kawannya merupakan semangat buat kita penerus Suster-suster Fransiskus Dina. Mari kita doakan Muder tercinta ini kusus pada hari dimana beliau menghadap Sang Mempelainya. Kita kenang selalu dan kita lanjutkan apa yang sudah dimulai dan diperjuangkannya. Timakasih Muder Constance van der Linden doakan kami dari surga dalam peziarahan hidup ini.
                               
Novisiat SFD, Berbah
Sr. M. Gratiana SFD







 





Sajian Utama



CEPAT ATAU LAMBAT KITA AKAN MATI JUA!
Sr. Egidia Sitanggang SFD




Andai ku tahu kapan tiba ajalku
kuakan memohon, Tuhan tolong panjang
kan umurku
andai ku tahu kapan tiba masaku
ku
akan memohon, Tuhan jangan Kau ambil nyawaku
aku takut akan semua dosa- dosaku
aku takut dosa yang terus membayangiku

… (dst)
.



 









Tentu tidak asing lagi bagi kita mendengar lagu di atas. Lagu itu dinyanyikan oleh group band “Ungu” yang sedang naik down sekitar tahun 2007 dengan vokalisnya bernama Pasha. Singkat kata, isi lagu itu mengisahkan kisah seorang anak manusia yang menyesali dosa-dosanya. Barangkali jika kita akui dengan jujur, mungkin kita pun termasuk orang yang belum siap menghadapi ajal/ kematian kita. Berbagai argumen tentu bisa kita lontarkan, entah karena alasan merasa belum berbuat apa-apa, karena merasa banyak dosa dan lain sebagainya. Intinya, bahwa kita memang takut dan belum
siap menghadapi ajal atau kematian  hidup kita dari dunia ini.
Pada peringatan semua orang kudus setiap tanggal 1 November,  kita memuliakan semua  orang kudus dan berdoa memohon agar kita pun kelak bisa berbahagia bersama mereka di dalam surga sambil memandang wajah Allah Bapa kita. Sementara pada peringatan arwah semua orang beriman yang diperingati setiap tanggal 02 November, kita mengenang saudara-saudara kita yang telah meninggal namun masih berada di Api Penyucian. Bahkan seluruh bulan Nopember ini kita khususkan untuk berdoa dan berkorban untuk memohon kerahiman Allah atas mereka. Hal ini kita lakukan karena di dalam Yesus Kristus, Penyelamat semua orang yang merindukan keselamatan dari Allah dengan tulus hati, kita tetap bersatu padu dengan mereka. Dalam iman akan Kristus itu, kita percaya bahwa apa yang  kita namakan Persekutuan para Kudus meliputi baik kita yang masih hidup di dunia ini, maupun semua Orang Kudus di surga, dan semua orang yang telah meninggal. Bersama-sama kita membentuk dan terhimpun di dalam satu Gereja, yaitu Tubuh Mistik Kristus.
Kita adalah anggota Gereja yang berziarah. Menurut ajaran tradisional, Gerejani, tidak terlepas kesatuannya dengan Gereja mulia di sorga dan Gereja yang masih menderita di api pencucian. Sebagai satu keluarga Allah, kita masih bisa saling membantu. Bulan November adalah bulan untuk merenungkan kematian, dalam arti mengenangkan mereka yang sudah dipanggil menghadap Allah. Akan tetapi karena iman bahwa mereka yang percaya kepada Yesus akan diselamatkan, maka kita mengisi bulan November dengan doa-doa bagi mereka yang sudah meninggal tetapi masih berada dalam penantian.
“Budaya kematian” yang mendekatkan kita pada kenyataan kematian, seharusnya bisa membantu kita untuk tidak takut mati, sebab kita semua memang akan  mati, cepat atau lambat. “Budaya kematian” seharusnya membuat kita akrab dengan situasi, yang secara manusiawi memang menyedihkan itu, agar kita lebih ikhlas dan siap menerimanya. Akan tetapi seperti diserukan oleh almarhum Paus Yohanes Paulus II, “budaya kematian” janganlah membuat kita semakin berani dan nekad untuk membunuh, baik diri sendiri maupun orang lain. istilah “berani mati” yang dipakai dalam zaman kemerdekaan, adalah semangat perjuangan untuk mengusir musuh, bertahan dan membela diri. Oleh karena perubahan situasi dan kondisi, di mana kita tidak lagi dalam penjajahan, melainkan hidup bersama dalam kemerdekaan, maka istilah itu seharusnya diubah menjadi “berani hidup”.
Istilah “berani mati” yang dalam praktek lebih sering diartikan sebagai “berani membunuh” baik dalam lingkup medis maupun teroris harus dilawan dengan “berani hidup”. Dengan demikian pesan moral dan pastoral dari almarhum Sri Paus masih terus kita lanjutkan hingga sekarang. Kematian yang akrab, yang diterima, adalah kematian yang wajar, yang terjadi karena kehendak Allah sendiri, bukan karena dibuat-buat atau inisiatif manusia. Sebagaimana kehidupan adalah karunia Allah, demikian kematian pun merupakan panggilan Allah yang patut kita syukuri. Dengan demikian, kita dapat mengulangi kata-kata Ayub yang indah, “dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang pula aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan.” (Ayub 1,21). Jikalau kita sampai pada keyakinan demikian, maka kematian tidak lagi peristiwa duka yang berkepanjangan, melainkan peristiwa syukur penuh kegembiraan, sebab di situ manusia pulang ke dalam kerahiman Allah.


Sebagaimana kehidupan adalah karunia Allah, demikian kematian pun merupakan panggilan Allah yang patut kita syukuri.

Bdk;
2.    A. Sudiarja, SJ, Budaya Kematian Zaman ini, Rohani no.11, Tahun ke 54, November 2007, Kanisius, Yogyakarta, (bdk. Hal 2-3)





NASARETH  KEHADIRAN  PENUH  CINTA


                      

Sesudah Maria  melahirkan Puteranya Yesus di kota kecil Betlehem, tanah Yudea, sebagai keturunan Daud , lalu Maria membawa Yesus mengungsi ke Mesir.  Bagi Maria dan Yoseph peristiwa ini suatu kenyataan yang sungguh disadari, disertai sikap yang  penuh kerelaan serta ketaatan kepada Allah dan dilaksanakannya, sebagai konsekwensi jawaban: “ Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu (Luk 1 : 38). Keagungan Maria terletak dalam kerja samanya dengan Roh Kudus, oleh karena itu  Jawaban “ya’ Maria, tidak melulu melahirkan Yesus saja, tetapi seluruh kehidupan Maria menanggung konsekuensi atas kelahiran  Yesus Puteranya Sang Juru Selamat ini, yang berarti “ ya “ Maria menyangkut akan terjadinya keselamatan kita semua, Yesus Juru Selamat datang untuk menebus kita.  Semua dijalaninya dengan diam, hening, disimpan dalam hati dicerna dalam keakrabannya dengan Allah , kemudian dilaksanakan dalam kehidupannya. Itulah bentuk dan wujud keteguhan iman Maria serta kepasrahannya kepada Allah . Dalam kemiskinnan dan kerendahan hatinya, Maria berangsur-angsur berkembang dalam sembah sujud dan penyerahan dirinya yang diwujudkan oleh kesetiaannya untuk setiap waktu melaksanakan kehendak suci Allah atas dirinya .  
               
Sejak kelahiran Putera tercinta, mulai saat itu pula silih berganti peristiwa - peristiwa sepanjang hidupnya, yang menimpa perjalanan kehidupan Keluarga Kudus ini seakan tiada henti. Semua yang terjadi membuat Maria setiap saat mencerna dalam hati makna dari setiap peristiwa yang dialaminya , karena itulah semakin penuh dan terus-menerus pengosongan dan penyangkalan diri Maria di dalam hidupnya. Justru di situlah bagi Allah tidak sulit bekerja di dalam diri Maria, yang bersikap taat, sederhana, rendah hati, miskin dan dina di hadapan Allah, sehingga bagaikan air mengalir saja berkat, rahmat dan karunia Allah untuk Maria, bagi Allah  mudah memperkaya di dalam hati Maria dengan segala kebijaksanaan dan segala yang baik  di dalam kehidupannya .
                Peristiwa demi peristiwa harus dialami Maria, mulai menerima Kabar Gembira dari Allah melalui Malaekat Gabriel, meninggalkan Nasareth karena sensus penduduk dalam masa mengandung tua,, ditolak dalam  penginapan–penginapan  dikota Yerusalem, kota yang didirikan Raja Daud leluhurnya, akhirnya melahirkan di kota kecil Betlehem di kandang hina . Maria dan Yoseph menerima semua itu  dengan diam, pasrah dan hati damai. Tidak mungkin Maria menerima  semua itu dengan sikap - sikap yang sungguh-sungguh terpuji, kalau Maria tidak terlatih sejak kecil dalam asuhan ayah bundanya, Anna dan Yoakim, yang mewariskan iman dan keteladanan hidup yang baik kepada puterinya. Maria sudah terlatih kontemplasi, hening sejak masa mudanya, Ketekunan berdoa, hening hati, beribadah senantiasa di sinagoga, cinta kebenaran dan kebaikan diajarkannya kepada Maria dan dilatih menerapkan dalam hidup sehari –harinya. Anna dan Yoakim mengajarkan keteladanan hidup demikian kepada Maria, membuahkan Maria menjadi wanita yang sungguh beriman, pendoa, matang dan dewasa, pasrah dan taat kepada kehendak Allah . Senantiasa Maria hening  dikala sedang doa maupun sibuk waktu melaksanakan kehendak Allah dalam pekerjaan sehari-hari. Inilah penyelenggaraan Allah yang begitu indah dalam keluarga Maria, di samping Maria sendiri juga  dikaruniai “ penuh rahmat “ oleh Allah, dalam mempersiapkan Maria menjadi ibu Yesus Sang Penebus.
                Setelah melahirkan, tidak tanggung-tanggung kesulitan Maria dan Yoseph terus beruntun, Herodes mencari Yesus, Maria dan Yoseph membawa Yesus meninggalkan Betlehem berjalan menuju Mesir. Empat tahun kemudian, dirasanya Israel aman, mereka kembali ke Nasareth di tanah Galilea  dan  Yesus tumbuh menjadi anak yang bijaksana, bergaul dekat dengan tetangga dan masyarakat sekitarnya, kehadiran Yesus di tengah-tengah ayah bunda-Nya dirasakan oleh orang tua  dan masyarakat sedusun  sebagai suatu kehadiran yang penuh cinta. Begitu juga Yesus merasakan kehadiran mereka sebagai kehadiran yang penuh cinta pula, penggenapan dari sabda Tuhan dalam Ams.” 8 : 31 (Anak-anak manusia menjadi kegembiraan-Ku “. Maka kelirulah kalau kita mungkin mengira, bahwa tigapuluh tahun lamanya, bahkan Maria dan Yoseph lebih lama lagi, bahwa tahun-tahun itu merupakan tahun pembatasan diri yang seakan-akan terpaksa dialami dan dijalani-Nya bersama ayah ibu-Nya.  “ Tidak demikian… “. Sebaliknya Yesus bahagia dan gembira tinggal di Nasareth bersama orang tua dan warga sekitarnya.
                Tigapuluh tahun berlalu, Yesus mulai mewartakan Kabar Gembira Kerajaan Allah, mengajar, menyembuhkan dan berbuat kebaikan. Tidak hanya di Bait Allah dan di kota-kota, melainkan juga keliling  desa-desa, pantai dan berjumpa serta menyapa dengan penuh kehangatan kepada orang-orang yang disingkirkan sesamamya. Yesus menerima, menghargai mereka dan menunjukkan sikap bahwa mereka  diperhitungkan dan dicintai sama oleh-Nya .  Yesus bersama orang tua-Nya semua mengambil bagian dalam hidup bermasyarakat dengan sederhana, merendah, memperkaya mereka dengan rendah hati dan sikap dina. Perhatian yang dtunjukkan Maria dalam peristiwa perkawinan di Kana (Yoh. 2:1-11), dapat menolong kita untuk membayang dan merasakan, bahwa ia sering berbuat baik, kasihnya mengalir spontan dari keheningan hatinya, yang berbuah  Maria mampu menangkap kuasa dari dalam, yaitu kuasa kasih Roh kudus. Sebagai seorang wanita yang peka terhadap kehadiran Allah, Maria pasti merupakan suatu kekuatan yang tenang dan penuh kasih di Nasareth, sikap dina dan kerendahan hatinya yang cemerlang, menarik dan mengundang sesama sedesanya bertandang ke rumahnya yang sederhana. Hari-hari sepanjang hidup Maria tentu dipenuhi dengan cara-cara yang halus dan bijaksana untuk berbuat kasih secara kecil-kecilan dan sederhana pula, yang sering kali tidak diketahui oleh orang-orang lain, kecuali oleh orang yang peka dan merasa bahwa kehadiran Allah tersalurkan dari Maria kepada mereka, ketika Maria melakukan perbuatan kasih itu .
                Sementara keliling mewartakan Kabar gembira, Yesus pernah sempat pulang ke Nasareth, masuk sinagoga dan dalam ibadah Ia membaca Kitab Suci,  menjelaskan   kepada orang-orang dalam tempat ibadah itu. Namun yang semula mereka  takjub mendengarkan Yesus yang begitu sangat piawi    menjelaskannya dan mereka sangat terheran-heran, tiba-tiba berbalik menentang Yesus dan tidak mau menerimaNya, karena kemudian tahu, bahwa Yesus hanyalah anak Maria dan Yoseph orang-orang sedesanya.”  ….. Lalu kata mereka :“Bukankah Ia anak Yusuf ? “ ( Luk. 4: 22 ).  “Adakah sesuatu yang hebat dan ajaib dari Nasareth ? , tidak mungkin !! “. Itulah kesimpulan mereka. “ Mereka bangun, lalu menghalau Yesus keluar  dan membawa Dia ke tebing gunung, tenpat Nasaret terletak, untuk melemparkan dia dari tebing itu. ( Luk. 4: 29). Nasareth tempat Maria mengasuh Puteranya , bagi mereka orang-orang Nasareth menjadi tidak berarti, mereka mulai melihat dengan sebelah mata, tak mungkin Mesias datang dari Nasareth, tanah Galilea, Mesias datang dari Betlehem tanah Yudea. Orang-orang sedesa  menjadi berlagak sombong, Maria tetap tenang dan damai, serta bersikap diam, tetap mencintai mereka,  karena hatinya yang selalu hening dan bersatu dengan Allah.
Maria dan keluarganya hidup miskin dan sederhana di Nasareth, Maria tidak banyak memiliki, sedikit saja yang ada padanya, namun Maria kaya rohani berkat sikap miskinnya yang luar biasa di hadapan Allah. Bahkan satu-satunya Putra  yang sangat dicintainya….., itupun Allah menghendaki dilepaskannya, wafat disalib untuk kita semua. Maria sungguh teladan cinta, pengosongan dan penyangkalan diri, sesudah Puteranya .
                Nasareth, Nasareth ……, tempat Tuhan dibesarkan dalam cinta, tempat “TUHAN SUMBER KEHIDUPAN “ diasuh ayah bunda, engkau dianggap tak berarti. Bukan turun ke lembah dan ke kota, melainkan ke dalam jurang ketiadaan.  Nasareth yang dipenuhi  “ ALLAH PUTRA SANG CINTA SEJATI “, justru bagi mereka adalah di mana :
·         Tidak terjadi apa-apa
·         Dan tidak ada yang terjadi
·         Tak suatupun yang istimewa
·         Tak suatupun yang menghebohkan
·         Tak suatupun yang pantas dibicarakan, apalagi muncul Mesias……, tidak mungkin !.
Mereka tak bisa percaya karena tertutup hati. Natanael yang kemudian disebut Bartolomeus, yang juga dipilih Yesus   di antara kalangan duabelas rasul, sebelumnya sempat mengatakan: “ Mungkinkah  sesuatu yang baik datang dari Nasareth? “ (Yoh. 1: 46).
                Bunda Maria seperti Putranya, masuk dalam jurang ketiadaan, Maria yang menyebut diri “Hamba Allah yang dina “, Maria yang taat kepada Allah mengalami  karya besar telah dikerjakan oleh Allah dalam dirinya., “ Karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus “ ( Luk.1 : 49 ), tanpa rasa sombong, tetapi merendah dan penuh kerendahan hati dan bersikap miskin di hadapan Allah . “ Sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hambaNya “ (Luk. 1 : 48 ). Maria yang banyak menderita dalam hidupnya , mampu menemukan makna dan arti rentetan semua peristiwa dalam seluruh hidupnya untuk mendampingi  Yesus, berkat kepasrahannya.  Juga Maria mampu merasakan kebahagiaan, sukacita dan kegembiraan, dibalik semua itu berkat pengosongan dan penyangkalan dirinya. Itulah cinta Maria yang total terhadap Yesus Putranya. Bahkan Tuhan sendiri yang menjadi kebahagiaan, sukacita dan kegembiraan Maria yang sempurna di Nasareth, tempat  Maria dilahirkan dan Putranya Tuhan kita Yesus Kristus dibesarkan penuh cinta . Oleh karena itu, kita sungguh percaya, bahwa Maria selama hidupnya di Nasareth, ia mengasihi Yesus Kristrus dengan berkobar-kobar, dan kita melihat Maria adalah pola utama Gereja dalam meneladani Tuhan kita Yesus Kristus, ibu kita bersama. Maria hidup dengan penuh kesadaran, ingatan, perhatian, dan pengertian akan keperluan-keperluan kita. Ia mencintai Yesus, dan kita, serta berbela rasa terhadap kita semua yang masih dalam peziarahan ini .
                Kalau demikian, kita menjadi mengerti lebih dalam, Yesus dan bunda - Nya yang selalu hidup dalam doa, hening hati, sebagai dasar dan kekuatan untuk melaksanakan karya Allah yang besar maupun yang kecil , sederhana dan tersembunyi  dalam hidup  kesehariannya, juga  Allah ternyata menghendaki keluarga ini hidup tenang dan damai di Nasareth, sebelum Yesus berkarya mewartakan Kabar gembira Kerajaan Allah. Kita diajak untuk dengan hening menelusuri  relung-relung kehidupan Keluarga Kudus ini, yang penuh liku-liku dan derita, tetapi indah. Juga lebih mengertilah kita, jauh di dalam lubuk hati, mengapa bapa kita St. Fransiskus Asisi sangat mencintai Bunda Maria dan sungguh-sungguh meneladaninya untuk mengikuti Yesus Kristus Tuhan kita. “ Aku saudara Fransiskus orang kecil ini, mau mengikuti hidup dan kemiskinan Tuhan kita Yesus Kristus, serta ibunya yang tersuci, dan mau bertekun didalamnya hingga akhir. ( FAK hal. 159 ) .
                                Pati, 18 November 2013.
                                Sr. Marie Yose SFD






PERCIKAN SEBUAH HATI



Bicara soal hati dapat diartikan amat luas, dilihat dari salah satu bagian organ tubuh misalnya: “liver” maupun hati dari segi spiritual “jatuh hati” atau  “sakit hati”. Kali ini sejenak kita melihat hati yang bersifat spiritual. Menjadi keprihatinan bagi kebanyakan orang zaman sekarang mengenai hati, Hati sering diabaikan bahkan disamaratakan dengan pola pikir cara kerja otak. Disini jelas terlihat bahwa kurang adanya keseimbangan antara otak dan hati. Maka tidak asing lagi apabila banyak kita dengar tindakan amoral dimana-mana.





Fungsi hati sebenarnya adalah tempat orang merasakan sesuatu: senang, sedih, marah dll. Selain itu fungsi hati ialah mengatur, melaksanakan segala kegiatan bahkan mencari tujuan hidup. Maka pentinglah fungsi hati digunakan pada setiap gerak langkah kehidupan kita. Hati sangat berpengaruh pada setiap kehendak yang kita lakukan. Demikianpun yang menamakan diri seorang religius, baiklah hati sebagai alat untuk membangun relasi dengan Tuhan.
Setiap hari hidup kita kerapkali bersentuhan dengan hati. Maka amatlah penting hati kita diolah, baik dari segi rohani maupun hidup sehari-hari, sehingga perlahan-lahan belajar untuk menggunakan hati sebaik-baiknya. Sebenarnya apa tujuan hidup kita? Dibalik pertanyaan itu pastilah sebagian besar orang banyak mengatakan supaya bahagia. Adapun kunci dari kebahagiaan sejati adalah kalau kita sungguh-sungguh mempedulikan hati. Hati merupakan pusat hidup kita. Contoh marak akhir-akhir ini diberbagai media elektronik maupun media massa banyak korupsi bukan hanya dikalangan pejabat tinggi saja tetapi sudah menjalar pada kaum berjubah. Salah satu pemicu terjadinya hal tersebut adalah lemahnya fungsi hati yang bekerja pada orang-orang tersebut. Orang sudah mengabaikan gerak hati yang berkarya dalam dirinya. Melihat dari sisi luar, mereka itu puas dengan kehidupannya, namun  dari hati yang terdalam mengalami kekosongan tidak menemukan kebahagiaan sejati.  Mereka hanya mencari kebahagiaan yang bersifat sementara dan semu. Memang benar kalau kita mencari kebahagiaan sejati atau kadamaian hati hanya dapat ditemukan di dalam hati kita masing-masing. Kebahagiaan sejati tidak akan pernah hilang dan luntur, kalau kita menjaganya dan memeliharanya dengan baik. Maka perlulah orang memberikan perhatian khusus kepada hati dan menggunakannya dengan baik agar kita mengalami kebahagiaan sejati.

Sering kita mendengar ada suatu ungkapan, “sudah periksa kemana-mana tetapi hasilnya tidak ada penyakit apa-apa” lalu apa jawaban sebagian orang “Ah… bereskan hatimu itu“. Sejenak kita tersentak dengan jawaban tersebut tanpa disadari hati besar pengaruhnya pada kesehatan tubuh dan kejiwaan kita. Kalau hati kita tertekan oleh sesuatu masalah yang amat sulit dipecahkan, maka yang diserang adalah organ-organ tubuh kita yang lemah. Sebaliknya apabila perasaan hati kita damai, bahagia, maka tubuh kitapun akan terasa nyaman dan menjadi lebih baik. Ketika hati kita masih ribut dikarenakan sakit hati, perasaan-perasaan negatif dan dendam sangat sulit kita mengalami kesembuhan tubuh secara penuh seperti diharapkan. Kesembuhan secara menyeluruh dapat kita alami, kalau hal-hal tersebut dapat diatasi dengan mendamaikan batin melalui hati kita.

Menengok kedua macam hal yang mendasar dari kegunaan hati yaitu untuk kebahagiaan sejati dan demi kesehatan tubuh dan jiwa. Kegunaan hati yang ketiga adalah menyangkut keseluruhan diri manusia. Maksudnya bahwa hati menentukan secara keseluruhan diri manusia. Hati mencerminkan diri manusia. Siapakah diri kita terlihat dari cara bertindak, sikap dan keadaan hati kita. Sangatlah penting bagi kita kalau memberikan perhatian khusus pada hati kita serta mengolahnya. Kalau kita melulu memperhatikan segi lahiriah saja, maka kita belum sampai pada keseluruhan diri kita. Segala bentuk pemulihan dan perubahan yang sejati keluar dan mengalir dari hati yang terdalam dan penuh keyakinan.

Diatas segala macam fungsi hati yang sudah kita utarakan sebelumnya bahwa ada salah satu hal yang terpenting menyangkut soal hati dan ini ditujukan terlebih khusus bagi kaum religius. Seorang religius lebih mengutamakan hati sebagai kunci utama hubungannya dengan Tuhan. Hidup religius diidentikkan pada kedekatan, keintiman, hubungan mesra dengan Tuhan. Semua itu terlaksana apabila seorang religius memiliki hati yang terbuka untuk menerima apa yang diilhamkan oleh Tuhan. Maka yang dituntut oleh seorang religius yaitu menggunakan hati untuk membangun relasi dengan Tuhan. Diharapkan dari kita adanya sikap peduli akan gerak hati, maka kita mampu memilih dan senantiasa mengandalkan Tuhan setiap saat, pasrah akan penyelenggaraan Tuhan berkarya dalam dirinya. Hanyalah hati yang mampu menjadi pintu masuk kedalam relasi pribadi kita dengan Tuhan.
Betapa mendasarnya segala gerak kehidupan kita dengan kehadiran sebuah hati. Hati menjadi sumber yang membangun dan membangkitkan daya hidup kita, baik dalam kehidupan rohani maupun kehidupan sehari-hari. Maka selagi hati sudah berbicara, jangan butakan dan abaikan hati, karena hati mengubah segala-galanya.

Novisiat SFD
Sr. Sesilia SFD




SAJIAN KHUSUS


RIWAYAT HIDUP
SUSTER ANITA SRI LESTARI SFD

Tuhan adalah Kasih”



Suster Anita Sri Lestari SFD, terlahir dari almarhum Ibu Wiyarmi dan Bapak Sudiyo Padmopranowo. Beliau adalah putra ke dua dari tujuh bersaudara, terlahir dengan nama: Sri Lestari. Lahir di Solo, pada tanggal 15 Juni 1934. Sebelum masuk biara, Sri Lestari mengeyam pendidikan Sekolah Dasar dan  SMP dan pernah bekerja di Rumah Sakit Brayat Minulyo Solo.

Allah yang adalah Kasih menyertai perjalanan hidupnya, menyentuh hati Sri Lestari untuk mengikuti panggilan-Nya bekerja di ladang Tuhan. Maka dengan kemantapan iman dan hatinya Sri Lestari memberanikan diri masuk biara di Kongregasi SFD. Sri Lestari diterima sebagai postulan di Pati pada tahun 1964. Kemudian diterima sebagai Novis pada tahun 1965. Perjalanan panggilannya semakin teguh dengan keberaniannya untuk mengucapkan profesi pertama sebagai religius yang diucapkannya tahun 1967, dengan nama biara Suster Anita SFD.

Tahun demi tahun dijalaninya sebagai Suster yang melaksanakan karya perutusan dari Kongregasi. Suster Anita melaksanakannya dengan setia dan penuh tanggung jawab. Pada tanggal 08 Desember 1973, Suster Anita memantapkan panggilannya dengan mengikrarkan kaul kekalnya. Pada tanggal 3 Juli 1991 Suster Anita merayakan pesta Perak Religiusnya. Kemudian pada tanggal 20 Agustus 2007
Suster Anita merayakan pesta 40 tahun hidup membiara.

Teladan Santo Fransiskus dari Assisi yang sederhana, setia, dan gembira menyemangati hidup Sr. Anita di dalam perutusan mengikuti jejak Tuhan Yesus Kristus. Hidup doa sebagai sumber kekuatan hidup panggilannya sungguh dihayati dengan tekun dan disiplin. Sikap ini nampak dan terwujud dalam melaksanakan tugas perutusan sehari-hari yang dipercayakan kepadanya.

Jiwa sebagai pendidik sunguh mendarah daging dalam diri Sr. Anita. Maka seluruh hidupnya sebagai biarawati dicurahkan dalam bidang pendidikan. Sesudah Profesi pertama, Sr. Anita diutus berkarya dan berkomunitas di Boyolali yang mulai pada tahun 1969-1971. Tugas perutusannya adalah sebagai kepala Sekolah Taman Kanak-kanak Boyolali.

Dari kota Boyolali yang sangat sejuk itu, Sr.Anita diutus ke pulau Borneo untuk menjalankan perutusan baru di komunitas  Biara “Assisi” Palangka Raya – Kalimantan Tengah mulai tahun 1971-1976 sebagai kepala sekolah Taman Kanak-kanak.

Peziarahan hidupnya dilaksanakan dengan penuh kesiap sediaan di manapun diutus, maka pada tahun 1976-1982 beliau kembali ke komunitas “Rivo Torto” Boyolali sebagai guru bantu di Taman Kanak-kanak. Pada tahun 1982-2002, Sr. Anita kembali ke komunitas “Assisi” Palangka Raya Kalimantan Tengah sebagai kepala sekolah Taman Kanak-kanak. Setelah sekian lama mengabdikan dirinya di dunia pendidikan dan usia yang semakin senja, maka pada tahun 2002-2004 Sr. Anita diutus oleh Kongregasi ke komunitas “St. Fransiskus” Banjarmasin-Kalimantan Selatan untuk membantu di perpustakaan SD “St. Maria” Banjarmasin.

Usia yang semakin senja rupanya tidak menghalangi Sr. Anita untuk terus berkarya dan melayani, dengan gembira dan sukacita beliau menjalankan tugas rumah tangga yang diterimanya dari Kongregasi pada tahun 2004-2007 tepatnya di komunitas pusat biara SFD di Jln. Ganesha II/8 Jogjakarta. Karena kekuatan dan  kesehatan yang semakin menurun, maka Sr. Anita akhirnya kembali ke komunitas dimana beliau pertama kali mendapatkan pendidikan sebagai suster SFD yaitu komunitas “San Damiano” Pati pada tahun 2007 sampai sekarang. Di komunitas ini Sr. Anita menikmati usia indah bersama para suster yang juga memasuki usia indah. Beliau menjalani hari-harinya dengan banyak berdoa dan dengan kekuatan yang masih ada, beliau dengan tekun merawat tanaman.

Allah adalah kasih menjadi andalan hidupnya.  Setiap tugas perutusan yang dipercayakan oleh Kongregasi dilaksanakan dengan gembira hati dan sukacita, sikapnya yang sederhana, tulus dan humor membuat setiap orang yang bertemu dengannya akan terkenang.

Suster Anita mengalami sakit dan pada tanggal 2 November 2013 masuk RS Mitra Bangsa Pati. Pada tanggal 3 November 2013 menerima Sakramen Perminyakan dari Rm. Antonius Margo Murwanto MSF. Selama 2 minggu Suster Anita menjalani perawatan di Rumah Sakit. Manusia bisa berusaha dan berharap, namun Tuhan saja berhak menentukan hidup kita. Pada hari Sabtu, 16 November 2013 Suster Anita menghadap Bapa di surga.

Selamat jalan Sr. Anita Sri Lestari yang kami cintai. Allah yang adalah kasih telah menepati janji-Nya dan merangkul Suster dalam pangkuan Bapa. Doakan kami para suster SFD yang masih berjuang untuk setia dalam panggilan sebagaimana yang telah Suster hayati sampai akhir.


                                                                 Kom. San Damiano Pati








SHARING
HEALING




Segala kehidupan mempunyai dorongan dari dalam dirinya untuk tumbuh dan berkembang. Jika sebutir biji mangga itu hidup, ia akan tumbuh subur bila diberi tempat yang  kondusif dan dipupuk dengan teratur. Bila biji itu mati, tidak ada dorongan kehidupan dari dalam, ia tidak akan tumbuh meski diberi tempat, kondisi yang baik. Jika pikiran hidup, cenderung mau mengetahui banyak hal.  Jika hati hidup, akan lebih mencintai. Jika kehendak hidup, akan komit pada sesuatu yang lebih besar daripada diri kita.
Bila kita berhenti belajar, pikiran akan tumpul dan segera mati, bila berhenti mencintai, hati akan kaku dan segera layu, bila tidak komitmen dan setia, kehendak akan lemah dan loyo. Semakin berhenti berubah, semakin menuju ke arah kematian.
            Pengalaman lima puluh hari di Roncalli memberi banyak pengalaman yang berharga bagi diri saya,  baik dalam proses bimbingan pribadi, mengisi kembali buku harian dengan disiplin, pengolahan hidup ,  lewat materi - materi yang diterima dan juga hidup bersama baik dalam komunitas kecil maupun komunitas besar.  Semuanya itu memberi suasana baru dalam hidup saya, kesempatan ini merupakan suatu rahmat dan anugerah dalam hidup panggilan saya bahwa kongregasi  memberi  kesempatan kepada saya untuk mengikuti kursus persiapan profesi kekal. Hidup adalah suatu pilihan, memilih untuk berprofesi kekal bukanlah suatu pilihan yang dangkal – dangkal saja tetapi suatu pilihan yang sungguh – sungguh serius dan tekun untuk berrefleksi dan sekaligus juga kuat dalam hal discernment sekaligus dibarengi komitmen dan kehendak yang kuat. Jika kita berdiscernment berarti kita akan memilih keputusan, maka pada saat itu jiwa perlu lepas bebas dan tidak terikat.
            Pengalaman saya di Roncalli dengan  pembimbing rohani  baik dalam keseharian maupun juga saat retret saya lebih di arahkan dalam proses healing. Secara pribadi saya sangat bersyukur mendapat pembimbing rohani  yang benar –benar menguasi proses healing.  Di Roncalli saya menemukan diri saya yang sebenarnya.
Healing kembali mengarahkan saya untuk melihat luka–luka yang belum tersembuhkan, yang membuat pribadi saya menjadi pribadi yang tidak bebas. Pengalaman saya selama di Roncalli dengan keterbukaan dan kesetiaan dalam proses healing sangat membantu untuk mengenal pribadi yang sesungguhnya , sehingga membuat saya mengalami kelahiran baru dimana semua ini sangat di dukung oleh bantuan suster pembimbing selama di roncalli. Untuk mengalami kelahira baru itu sangat sakit, sebagaimana layaknya seorang ibu yang melahirkan bayinya harus melewati rasa sakit. Begitu jugalah yang saya alami dalam proses healing ini. Tetapi apabila sudah melewati rasa sakit akan mengalami kebahagiaan, kebebasan/ kemerdekaan. Healing…., berkat bantuan pembimbing dan keterbukaan dari saya, menghadirkan hal– hal baru yang selama ini belum pernah saya temukan dan tidak pernah terpikir akan hal itu bahwa hal baru yang saya temukan itu akar dari semua perasaan– perasaan yang kerap dialami dalam kehidupan saya selama ini. Perasaan kehilangan, di tolak, takut, sedih, merasa sendiri, akar dari semuanya itu saya temukan ketika berproses di roncalli. Healing selalu makan waktu. Makin sakit suatu kehilangan, derita atau luka, makin banyak waktu yang di butuhkan, inilah yang di sebut proses healing. Dan saya masih dalam tahap proses ini, walaupun sudah mengalami suatu kelegaan tetapi tidak semata – mata hanya berhenti samapi disitu, melainkan tetap mengolah……dan mengolah….. Sehingga proses ini membuat saya lebih matang, lebih utuh, lebih sungguh ‘ diri sendiri ‘ yang lebih bebas dan terintegrasi.
 Tidak hanya lewat healing saya mengalami peneguhan, tetapi materi– materi lainnya juga sungguh–sungguh memberi inspirasi dalam diri saya. Secara khusus dalam materi spiritualitas doa yang di bawakan oleh Rm. Tan Thian Sing MSF. Inti hidup seorang religius adalah hidup doa (relasi yang intim dengan Tuhan). Tidak ada artinya jikalau saya hanya mengetahui secara teori tetapi tidak pernah mempraktekkannya. Materi ini membawa saya untuk masuk dalam diri dan melihat kembali bagaimana semangat doa saya selama ini. Sekaligus mengarahkan saya untuk memposisikan bahwa DOA harus menjadi yang prioritas dalam hidup saya.


Makin sakit suatu kehilangan, derita atau luka, makin banyak waktu yang di butuhkan, inilah yang di sebut proses healing.

                                                                                    Salam Persaudaraan
                                                                                   Sr. Maria Genovevi SFD






TUHAN AKU INI KEPUNYAAN-MU
BERBUATLAH SEKEHENDAK-MU
Sr. Giashinta Sumbayak SFD



Ungkapan ini adalah ungkapan akrab yang kerap saya ungkapkan pada Dia Sang Penyelenggara  Hidup.
Pada bulan Juni para dewan menyampaikan kepada kami bahwa kami junior  ke-enam akan mengikuti kursus persiapan kaul kekal di Roncalli. Ketika mendengar ini , ungkapan yang sama terucap dihati saya dan segalanya saya persembahkan pada penyelenggaraan-Nya. Apapun yang akan  terjadi dalam kehidupan ini, dengan iman saya percaya bahwa segalanya atas persetujuan-Nya. Ia tetap punya rencana yang baik untuk saya atas semua itu. Maka sejak pemberitahuan itu saya mempersiapkan segala sesuatu yang harus saya persiapkan untuk kursus itu. Hal yang perlu untuk saya persiapkan yang terutama adalah HATI saya. Jika hati saya telah siap saya yakin semuanya juga akan berjalan dengan baik. Mempersiapkan hati bukan pula hal yang mudah bagi saya , maka Tuhan tetap saya undang untuk berkarya dan tetap terlibat dalam apapun yang saya lakukan.
Dengan hati yang mantap saya bersama dengan tiga saudari berangkat menuju Roncalli- Salatiga. Perjalanan kami tempuh dengan semangat yang berkobar - kobar dan dalam hati kami masing-masing kami menyimpan sejuta harapan dan  niat untuk perjalanan kursus selama kurang lebih 50 hari.
Pada  minggu pertama di Roncalli masih penyesuaian dengan suasana baru baik untuk tempat, orang dan situasi. Namun bagi saya situasi ini tidak menjadi penghalang perjalanan kursus saya. Semua tetap saya nikmati dan menurut saya itu juga bagian dari proses perjalanan kursus kami. Semua kegiatan selama di Roncalli bagi saya kegiatan yang mendukung saya dalam penemuan diri saya yang menghantar saya pada pematangan iman dan kepribadian saya.
Minggu kedua saya sudah bisa beradaptasi dan mulai masuk pada kesadaran bahwa saya sedang persiapan bukan hanya untuk sekedar berhenti dari rutinitas harian, lepas dari tanggung jawab dan pergi beristirahat dengan biaya yang cukup banyak. Memikirkan semua itu dari hati saya yang terdalam sudah memiliki prinsip sendiri dan berniat untuk konsisten dengan keputusan saya. Bagi saya kesempatan ini merupakan kesempatan istimewa yang menjadi buah cinta Tuhan dan dukungan para suster SFD untuk kehidupan saya. Maka semua anugerah ini sungguh-sungguh saya hargai dan maknai.
Menjadi dewasa dalam iman dan kepribadian, tentu harus mau dan rela berproses maka dalam berproses ini saya tidak lupa untuk mempersembahkannya kepada Tuhan, saya tetap memohon bimbingan-Nya untuk keseluruhan proses yang akan saya jalani. Teristimewa dalam memilih pembimbing yang akan membimbing saya selama perjalanan kursus, saya percaya siapapun yang diberi itulah yang terbaik untuk saya, maka keyakinan ini membantu saya saat bimbingan.

Saya percaya bahwa Roh Kuduslah pembimbing utama saya. Maka dari hati saya yang terdalam saya berniat untuk sungguh-sungguh serius untuk mengolah kembali hidup saya. Pengalaman pertama bimbingan, saya mengungkapkan hal yang menurut saya masih  perlu bantuan dalam proses pengolahan. Saya sangat bersyukur mampu mengungkapkan semuanya dan dengan satu harapan “Saya sembuh”.
Setelah saya telusuri justru pengalaman yang satu ini yang menghambat saya dalam banyak hal. Sebelum mengikuti kursus, saya merasa bahwa  saya masih seperti sebulir padi yang ada dalam penyimpanan. Masih terbungkus dan fokus pada diri sendiri. Hidup dalam aneka pertanyaan, mengapa begini?, mengapa begitu?, mengapa? dan mengapa? Pertanyaan-pertanyaan demikian menandakan belum mengenal diri yang sesungguhnya. Maka pengalaman ini saya ungkapkan pada pembimbing saya.
Membuka sesuatu hal yang menyakitkan dalam hidup bukanlah hal yang mudah. Sama halnya seperti sebulir padi yang harus lepas dari kulitnya agar bisa digunakan. Bila ia harus ditanam maka ia harus keluar dari dirinya menembus kulitnya dan jadilah ia sebuah tunas yang baru, bertumbuh berproses dengan harapan suatu saat menghasilkan buah. Demikian juga  yang saya alami pada saat itu . Namun karena Roh Tuhan tetap menyertai saya, dan suasana Roncalli sangat mendukung, semua dapat saya lalui. Dan syukur pada Tuhan sayapun mengalami pembebasan. Saya percaya Tuhan masih tetap melanjutkan segala rancangan-Nya atas diri saya dan Dia punya rancangan yang baik atas diri saya.
Pengalaman kursus merupakan pengalaman berahmat bagi saya. Dengan rahmat itu, saya  mulai bertanya pada diri saya buah apa kelak yang bisa saya bagikan bagi sesama saya?  Buahnya tentu rahmat-rahmat yang telah saya peroleh dan itulah yang akan saya bagikan. Rahmat utama yang saya almi adalah rahmat pembebasan, kesembuhan, pengampunan, damai dan iman. Pengalaman ini menghantar saya pada pengalaman syukur yang memampukan saya untuk lebih berserah lagi pada penyelenggaraan Tuhan. Saya semakin menemukan betapa Tuhan itu sangat mencintai saya lewat keluarga saya, para suster saya dan orang-orang disekitar saya.
Secara istimewa atas kesetiaan Bapa menuntun dan menyertai saya dalam perjalanan panggilan saya. Keberadaan saya dalam persaudaraan SFD ini hanya karena belas kasihan dan  atas kehendak Allah sendiri. Maka seluruh hidup dan perjalanan panggilan saya, saya serahkan pada rancangan-Nya sendiri. Apapun yang ia inginkan terjadilah menurut kehendak-Nya sebab saya ini adalah kepunyaan Dia. Dengan demikian buah utama yang bisa saya bagikan adalah hidup saya, kehadiran saya dan diri saya dengan segala anugerah yang diberikan Bapa. Saya hanyalah sebagai pelaksana namun yang merancang dan pengambil keputusan atas segalanya adalah   Bapa. Keputusan apapun yang Ia putuskan dalam hidup saya itulah yang terbaik untuk saya dan saya percaya Ia tetap memampukan saya untuk menanggung apa pun yang terjadi. Sebab bersama Allah tidak ada yang mustahil, bersama Dia pasti saya mampu.
Dan bila saya mengandalkan kekuatan saya sendiri maka sia-sialah segalanya. Jadi yang bisa saya persembahkan pada Tuhan dan sesama adalah hidup saya dan kehadiran saya. Sedangkan keahlian saya tidak punya, akan tetapi hadir bagi sesama tentu memberi nilai yang lebih berarti, hadir dengan hati, mendengar dengan hati, berbicara dengan hati dan melakukan apapun dengan hati. Hanya inilah yang bisa saya persembahkan, inilah buah yang bisa saya bagikan dan dengan cara demikianlah saya menjalani hidup saya.
Sebagai manusia tentulah tidak selamanya hidup dalam situasi yang serba baik. Kelemahan acap kali berbarengan dengan  niat-niat baik yang hendak dicapai dalam hidup. Demikian juga saya dalam menjalani hidup, kelemahan dan kerapuhan terkadang menantang saya. Sulit untuk mengerti diri dan situasi diri, hidup pun rasanya berlalu begitu saja seolah-olah hanya sebagai rutinitas saja. Maksud hati menghasilkan  buah yang baik, namun kenyataanya justru  buah yang membuat orang lain tidak nyaman. Bila situasi demikian yang saya alami, saya bertanya bagaimana dengan hidup doa saya, bagaimana relasi saya dengan Tuhan. Karena relasi saya dengan Tuhan tampak lewat relasi saya dengan sesama. Maka maju mundurnya hidup rohani  sangat tergantung dengan hidup doa saya. Dan lewat doa saya mengalami pembebasan dan kesembuhan.
Semua menghantar saya pada pengalaman syukur. Bersyukur atas hidup saya saat ini, dan untuk selanjutnya tetap saya percayakan pada penyelenggaraan Tuhan sendiri. Saya akan berusaha untuk tetap setia dari hari ke hari sebagaimana Bapa yang selalu setia pada saya. Dan saya yakin Ia tidak pernah melepaskan saya sendirian menjalani kehidupan ini. Maka diakhir  refleksi ini saya ucapkan banyak terimakasih kepada Pemimpin Umum dan Dewan Pimpinan Umum yang telah memberi kesempatan bagi saya untuk mengalami pengalaman iman ini, demikian juga untuk semua para suster yang telah mendoakan saya, dan saya masih tetap mohon doa-doa para suster agar saya tetap mampu setia kepada apapun keputusan Tuhan atas kehidupan saya. Semoga berkat Tuhan mengalir dalam hidup kita sehari-hari.





MERASAKAN KEHADIRAN TUHAN


Hari Minggu pagi yang cerah, kami penghuni Novisiat nampak sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibawa untuk menghadiri perayaan FRANSISKAN DAY yang dilaksanakan di BITORA, Biara Saudara OFM di Papringan. Perayaan ini diharapkan dihadiri oleh semua Fransiskan-Fransiskanes se-Yogyakarta yang disebut KEKANTA. Dalam perayaan ini kami tidak mengenakan busana biara melainkan dengan pakaian olah raga. Kami  sungguh merasa bahagia dan bagi saya pribadi hari ini menjadi hari yang sangat menyenangkan bagi saya, karena selama empat bulan di Yogyakarta baru kali ini kami mengikuti perayaan di luar  komunitas Novisiat.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit  kami tiba di Bitora dengan selamat. Kehadiran kami di sambut hangat oleh Rm Widi dan  para Postulan OFM dan para saudara-saudari yang lain.  Suasana yang ceria, akrab dan penuh persaudaraan mewarnai perjumpaan kami. Sebelum acara dimulai kami berjalan-jalan  menikmati pemandangan yang ada di kompleks biara yang lumayan luas dan asri. Ada  binatang peliharaan, pepohonan berbuah dan bunga-bunga yang tumbuh subur. Sementara kami melihat-lihat kebun ada beberapa orang  saudara OFM masih sibuk  membersihkan pekarangan dengan penuh semangat. Setelah puas menikmati pemandangan di kompleks biara kami segera bergegas menuju ruangan tempat acara di mulai tampak para suster, bruder, dan frater sudah berkumpul.
Sesuai dengan waktu yang telah disepakati acarapun di mulai yang dibuka oleh ketua Panitia.   Acara dibuka diawali  dengan doa dan beryanyi alias gerak dan lagu. Semua tampak bersemangat dan aktif baik yang masih  muda maupun yang sudah senior. Ada banyak kegiatan permainan namun yang paling seru dan menyenangkan adalah permainan  Outbond yang membuat kami semakin gembira  dan tertawa..  Bagi kami permainan ini bukan soal menang  dan kalah atau, kuat dan lemah tetapi kami sungguh merasakan keakraban dalam suasana persaudaraan.
Kami merasa capai tapi sungguh menyenangkan. Tanpa terasa hari sudah sore dan kegiatanpun segera di akhiri. Dengan doa penutup maka berakhirlah acara perayaan FRANSISKAN DAY. Kami semua kembali ke komunitas dengan gembira mespun lelah. Semoga semangat persaudaraan yang kami rasakan dalam perayaan ini dapat berbuah di dalam hidupku selanjutnya. HIDUP PUTRA PUTRI BAPA ST. FRANSISKUS. Yes……..yes……yes.  

                    Yogyakarta, 05 Dersember 2013 
                     Sr. Leonora Tumnggor, SFD





Kutemukan cintaku bersama orang kecil
            Indahnya Malam di Kota Yogya




Seiring  waktu yang telah berputar, terus kujalani bersamamu, para warga UB Sani Pati. Hingga saat ini telah kumengerti, betapa banyak pengalaman baru kudapatkan dalam hidup bersama 2 minggu.
Aku sungguh bersyukur pada Tuhan, atas kesempatan yang di berikan padak u,dalam mengalami semuanya itu. Hingga kini telah kusadari, ini merupakan anugerah panggilan hidup yang telah kujalani. Pada mulanya, bagiku amatlah sulit, hingga  aku bertanya dalam hati, mampukah aku mampu hidup bersama orang kusta? lalu, waktu dan niatku menjawab, aku mampu dan bisa.
Yach…itu rasanya hatiku saat pertama kali bersama dengan mereka. Dengan melihat situasi mereka, yang memiliki latar belakang kurang sempurna. Yach….sungguh sangat mengharukan bagiku, karena dengan demikianpun, mereka tetap memiliki semangat kerja yang tinggi, walaupun hanya sebatas kemampuan yang mereka miliki.
Oleh karena itu, aku sangat bersyukur dan berterima kasih pada konggregasi dan para suster semua, yang telah mendukungku dalam menjawab panggilan hidup ini. Melalui itu juga, pastilah mengajakku untuk semakin mencintai panggilan-Nya.
                                                            Sr. Roswita SFD
                                                             Novis II


Indahnya Kota Yogya

Hari – hari kulewati pelan tapi pasti, tak terasa empat bulan sudah, saya berada di kota Jogya dan menikmati indahnya kota ini. waktu yang cukup panjang dihiasi dengan canda, tawa, dan tangis. semua kulalui dengan penuh rasa syukur.
Awal yang indah, kurasakan saat aku mengikuti Kursus Gabungan Novis di Novisiat CB. Perjalanan ke Novisiat CB melewati beberapa kota, sungguh terasa asyik. selang beberapa bulan, kami diajak lagi oleh suster pembimbing untuk ziarah ke Ganjuran tepatnya di bulan Maria. ini merupakan moment indah yang pantas aku syukuri.
Dalam hati aku terus bertanya, ”Seperti inikah kota Jogya?”. Aku mensyukuri semuanya, karena melalui panggilan suci ini, aku bisa sampai di kota Jogya, yang selama ini hanya sebuah impianku. Pengalaman ziarah merupakan pengalaman indah dan berahmat. Setelah pulang dari ziarah kami diajak lagi untuk menikmati  ke segaranya pantai.
Dalam kegembiraan ini, aku tidak lupa menyerukan pujian seperti yang diserukan Bapak St. Fransiskus. wow………, betapa indahnya alam ciptaan ini. Tak terasa sang mentari akan kembali keperaduannya dan kami pun harus pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang, kami sungguh menikmati indahnya malam kota Jogya. Sambil bernyanyi dan bersenda-gurau tak terasa malam sudah larut. Akhirnya kami tiba di rumah dengan selamat dan penuh sukacita.

Sr. M. Isodora SFD
                                        Novis I





Refleksi


Mengaktualisasikan ciri kita
Yang sesungguhnya...
Tak terasa Tahun 2013 akan berakhir, sejenak kita diajak untuk merenungkan setahun perjalanan hidup kita, berbagai pengalaman kita alami, ada pengalaman membahagiakan juga pengalaman yang kurang membahagiakan, kegagalan dan kesuksesan kita temukan dalam tugas perutusan yang dipercayakan kepada kita masing-masing, ini semua kita terima sebagai kesempatan berahmat dalam menjalani sebuah proses menuju kedewasaan iman dan pribadi yang merdeka dalam peziarahan kita lewat panggilan yang kita terima sendiri dari Sang Pencipta kita.
Dalam perjalanan yang kita lalui setiap hari baik dalam hidup bersama pun dalam tugas perutusan, tanpa kita sadari sering kita menemukan pribadi yang hanya percaya kepada sosok yang berpengaruh dalam hidup, yang bisa memberikan kenyamanan dan bila dirasa tidak menjadi ancaman dalam tugas dan hidup bersama, inilah tantangan hidup bagi kita yang kurang mampu mengaktualisasikan ciri kita yang sesungguhnya, dalam cita-cita bersama kita ingin maju, tetapi kenyataannya kita hanya berdiri ditempat saja, bahkan kita mengubur diri dalam lumpur kenyamanan, yang membuat kita jauh dari gerak  bersama.Mungkin pengalaman ini sering dialami oleh masing - masing pribadi, hanya karena alasan tertentu atau berbagai pengalaman atau ketakutan muncul dalam hati, maka pengalaman ini berlalu begitu saja, sehingga muncul pribadi yang cuek, tidak mau tau dengan situasi tersebut.
Kita yang menamakan diri sebagai pengikut Yesus Kristus, kita diajak menjadi pribadi yang lepas bebas. Lepas bebas berarti kita tidak hanya melihat dari sisi kenyamanan tetapi kita diajak menjadi pribadi yang merdeka, matang dalam hidup rohani dan juga dalam tindakan setiap hari. Semoga dalam perjalanan kita masing - masing kita berani menjadi pribadi yang merdeka tanpa melihat dan memperhitungkan resiko dalam hidup kita setiap hari, sehingga Sabda Tuhan semakin hidup dan bermakna dihati kita, yaitu; Aku dipanggil untuk kemerdekaan, maka abdilah satu sama lain dalam kebenaran.







Kisah Inspirasi
Inspirasi
Person of the Year Versi Time

Paus Fransiskus terpilih sebagai tokoh tahun ini oleh majalah berita TIME.
Majalah yang berkantor pusat di New York ini memilih Paus Fransiskus karena dinilai telah menjadi 'suara baru hati nurani'Sangat jarang, ada pemain baru di panggung dunia yang menjadi pusat perhatian dalam waktu yang sangat singkat," ungkap Nancy Gibbs, pemimpin redaksi TIME.
Gibbs mengatakan golongan tua, generasi muda, pendukung dan pihak-pihak yang sinis semuanya bisa menerima Paus Fransiskus.
"Hanya dalam kurun waktu sembilan bulan ia berhasil menempatkan dirinya sebagai pusat dari tema-tema aktual saat ini," kata Gibbs.
"Mulai dari perdebatan tentang kemakmuran dan kemiskinan, keadilan hukum, transparansi, globalisasi, peran perempuan, pernikahan, hingga godaan untuk berkuasa," jelasnya.
Gibbs menambahkan untuk seseorang yang bisa menghadirkan lembaga kepausan kedalam kehidupan praktis sehari-hari, Paus Fransiskus layak dinobatkan sebagai tokoh tahun 2013.
Paus Fransiskus adalah paus ke-266 yang menggantikan Paus Benediktus XVI yang mengundurkan diri pada 28 Februari 2013.
Pria yang lahir di Buenos Aires, Argentina, pada Desember 1936 ini adalah paus pertama dari Amerika Selatan.
Ia dikenal sebagai tokoh sederhana dan sebagai pemimpin umat Katolik dunia menolak memakai mobil Mercedes dan memilih mobil Ford Focus lama.






Damai di malam natal

Pada tahun 1914 ada sebuah kisah menarik yang terjadi di malam Natal. Saat itu terjadi peperangan antara Inggris, Jerman dan Perancis. Di malam Natal seperti itu, pastilah para prajurit ingin berada di rumah, berkumpul dengan keluarga, menyiapkan kado-kado, bernyanyi dan menikmati sukacita serta hidangan yang enak. Tapi kali ini mereka berada jauh dari rumah, jauh dari keluarga dan orang-orang yang dicintai. Salju yang turun menambah dinginnya udara malam dan dinginnya hati mereka. Perut lapar, pakaian yang basah, dinginnya udara dan tempat tinggal yang becek serta ketidaknyamanan suasana perang merupakan satu harmoni yang semakin menghilangkan semangat untuk mengangkat senjata. Ada satu kerinduan untuk duduk bersama keluarga didepan perapian sambil mengunyah kue-kue yang lezat.
Seorang prajurit yang tertembak merintih menahan sakit, sementara yang lain menggigil kedinginan. Pimpinan mereka pun malam itu tidak seperti biasanya. Ia kelihatan sangat bersedih, menangis teringat akan anak dan isterinya. Entah kapan mereka akan pulang dan berada ditengah orang-orang yang mereka kasihi. Mereka semua diam membisu selama beberapa jam, tetapi tiba-tiba nampak cahaya kecil yang bergerak-gerak dari arah pasukan Jerman. Ternyata ada prajurit Jerman yang membuat pohon Natal kecil dan mengangkatnya keatas agar kelihatan. Ia melakukan itu sambil mengalunkan lagu “Stille Nacht, Heilige Nacht” atau lagu “Malam Kudus”. Alunan lembut lagu itu membuat hati para prajurit pilu karena mereka teringat suasana Natal ditengah-tengah keluarga. Prajurit Jerman yang menyanyikan lagu itu ternyata adalah seorang penyanyi tenor opera terkenal sebelum dikirim ke medan perang. Sambil menyanyi, prajurit itu berdiri dari tempat persembunyiannnya sehingga musuh dapat melihatnya. Ia ingin menyampaikan makna Natal yang sesungguhnya, yaitu berbagi kasih dan damai. Prajurit tersebut bersedia mengorbankan nyawanya, ia bersedia ditembak oleh musuh karena mereka pasti bisa melihatnya dengan jelas. Tetapi, apakah yang terjadi?
Satu per satu dari masing-masing pasukan keluar dari persembunyian dan ikut menyanyi. Mereka berkumpul bersama dan air mata tidak tertahankan. Seorang prajurit Inggris musuh bebuyutan Jerman malah mengiringi nyanyian tersebut dengan sebuah alat musik tiup yang dibawanya. Tidak ada lagi lawan, tidak ada peperangan, tidak ada benci, yang ada hanya kedamaian didalam kebersamaan. Mereka semua bersama-sama menyanyi dalam bahasa mereka masing-masing, dilanjutkan lagi dengan lagu “Hai Mari Berhimpun”. Mereka yang tadinya adalah musuh yang berusaha saling membunuh, kini merasakan aliran damai Natal. Mereka bersama-sama menyembah dan bersyukur atas kelahiran Juruselamat.







Makna Perayaan Natal 2013  


semua, tak lama lagi, perayaan Natal atau hari kelahiran Kristus sang Juru Selamat yang termanifestasi dalam tubuh Yesus Putra Allah yang Maha Tinggi akan kita rayakan. Lalu, seperti apa makna Natal bagi pribadi kita?
Untuk menentukan makna Natal yang sebenarnya, mari kita baca sebuah ilustrasi berikut. Kalau kita sering menonton film disney, pastinya tidak asing lagi bahwa hampir semua film animasi disney membawakan figur binatang sebagai pemeran dalan setiap kisahnya semisal donal bebek, winnie the pooh dan sebagainya. Seperti halnya kita manusia, bintang-binatang dalam tokoh disney juga merayakan natal dan selalu mempersiapkan dirinya untuk menyambut natal. Di sini, binatang atau hewan yang akan kita bicarakan adalah tentang tikus, babi, burung gereja, merak dan semut.
Si tikus adalah binatang pengerat alias pemakan segalanya. Jadi, baginya, ketika merayakan natal, adalah saat dimana kita bisa makan dengan sepuas-puasnya karena tentu saja banyak undangan kesana kemari dengan label gratis. Banyak rumah yang terbuka dan menyediakan makanan yang tentunya enak. Itulah makna natal bagi si tikus, makan sepuas-puasnya.
Lalu, hewan yang kedua adalah babi. Babi adalah binatang yang biasa dipelihara di dalam kandang (khususnya di Indonesia dan beberapa negara lainnya, soalnya ada yang hanya membiarkannya dan hanya mengikatnya seperti sapi atau kerbau). Nah, dalam setiap harinya, ada dua kali waktu ketika si babi akan mengeluarkan suara senyaring-nyaringnya sambil membenturkan badannya ke kandangnya, waktu di mana mereka akan diberi makan. Nah, bagi si babi, merayakan Natal baginya adalah merayakannya sambil berteriak-teriak dan membuat suara gemuruh sambil loncat ke sana ke mari dan menghasilkan suara yang bising. Itulah makna natal bagi si babi, membuat suara gaduh hingga terdengar seantero dunia sekitarnya.
Lain halnya dengan burung gereja. Burung gereja biasa mengeluarkan suaranya yang merdu dengan mencicit-cicit di sekitar atap rumah. Nah, untuk merayakan natal, maka si burung gereja akan terbang ke sana ke mari sambil mengeluarkankan suaranya yang merdu. Suara-suara mereka dipadukan dengan berbagai jenis suara dari burung lainnya hingga menghasilkan sebuah lagu yang merdu dan enak di dengar, sebuah harmonisasi paduan suara yang sangat indah. Maka itulah makna natal bagi si burung gereja, bernyanyi dengan merdu dan seindah-indahnya, bersaing dengan burung gereja lain dengan suara mereka yang merdu.
Lain burung gereja, lain pula burung merak. Burung merak terkenal akan keindahan bulunya. Maka tak heran jika pada saat merayakan natal, semua burung merak akan berlomba-lomba untuk membentangkan bulunya dan memperlihatkan kepada dunia, betapa indah dan cantiknya mereka karena dibalut dengan bulu-bulu yang indah. Itulah makna natal bagi si burung merak. Tampil dengan bulu yang seindah-indahnya dan tampak cantik daripada semua orang lain.
Lalu, hewan yang terakhir adalah si semut. Seperti yang diketahui bahwa masa Natal tiba pada saat datangnya musim salju (dingin), masa di mana si semut akan kesulitan untuk mendapatkan bahan makanan. Maka jauh hari sebelumnya, si semut, mulai dari semut pekerja hingga ratunya, bahu membahu mengumpulkan makanan. Siang atau malam hari, mereka terus bekerja agar semua warga semut nantinya tidak mengalami kelaparan dan kedinginan. Maka, pada perayaan natal nantinya, si semut semuanya akan berbahagia karena mereka tidak akan kekurangan makanan selama musim dingin. Di saat natal inilah, si semut saling berbagi satu dengan yang lain, baik si ratu maupun pekerja, semua mendapatkan makan yang cukup dan bergembira di hari Natal.
Dan pertanyaan pun dilemparkan kepada kita semua, Seperti apakah kita akan memaknai Natal kita? Apakah seperti si Tikus yang memaknai Natal dengan makan sepuas-puasnya? Banyak orang yang merayakan natal dengan cara menghidangkan makanan dengan berlimpah dan enak untuk menjamu tamu-tamunya. Dan bagi para tamu, saat seperti inilah adalah moment untuk makan dengan sepuas-puasnya, dengan sekenyang-kenyangnya, mulai dari kari ayam, soup, ayam sau kecap, dll. Apakah seperti itu makna natal bagi kita? Bukankah masih banyak orang yang kelaparan disekitar kita?
Ataukah makna Natal seperti Babi yang membuat suara bising senyaring-nyaringnya? Banyak orang yang memaknai Natal dengan berkumpul bersama untuk membuat keramaian dengan suara gaduh sambil minum dan berpesta pora sehabis-habisnya. Sadarkah kita bahwa mungkin disekitar kita ada yang sedang sakit, yang sakitnya bisa bertambah parah jika mendengarkan suara bising? ataukah tidak kita sadari bahwa disekitar kita ada orang yang sedang berduka?
Ataukah seperti burung gereja yang harus bernyanyi dengan semerdu-merdunya? Banyak orang juga yang memaknai Natal dengan menampilkan paduan suara yang merdu. Pokoknya lagu atau suara mereka harus lebih merdu dari gereja tetangganya. Natal mereka bermakna jika mereka bernyanyi lebih merdu dari gereja tetangga.
Ataukah juga seperti si burung merak yang tampil dengan baju-baju yang baru dan indah? Kan ada banyak orang juga yang merasakan Natal itu bermakna kalau sudah memakai baju baru. Biasanya orang akan berkata, mana baju Natalmu yang baru? atau dengan bangga menunjukkannya kepada dunia bahwa mereka sedang memakai baju Natal yang baru. Sadarkah kita bahwa disekitar kita banyak orang yang masih bertelanjang dada bahkan dimalam dingin yang menusuk kulit, hanya karena tidak mampu membeli sehelai kain untuk menutupi tubuh renta mereka? ingatkah kita akan korban bencana seperti di Filipina? adalah kita mengirimkan selembar kain lusuh kita kepada mereka?
Dan ataukah makna natal anda hanya seperti si semut. Yang memaknai natal mereka dengan saling melengkapi dalam kebahagiaan, yang menikmati masa lelah mereka dengan masa bahagia dalam kebersamaan di hari Natal?
Saya rasa anda sudah tahu, makna Natal seperti apa yang ingin anda rasakan. Selamat Natal buat kita semua.





Pojok Puisi


CINTAKU TUMBUH DI JOGYA

Awalnya  saya tidak pernah bermimpi  
Bermimpi untuk sampai di kota Jogya
Saya juga tidak pernah berharap
Walau berharap sekalipun itu tidak mungkin terjadi
Karena cinta  Tuhan
Aku disapa dan di panggil
Dipanggil untuk merasakan sesuatu hal
Yang indah dalam kemuliaan-Nya
Kini apa yang jauh di  hati
Sudah dekat di mata
Lewat kongregasi SFD  yang kucintai
Aku tiba di  Jogya
Di kota Jogya aku dapat  merasakan cinta-MU
Dan indah nya ciptaan-Mu
Tinggal bersama saudara/I Yang mencintaiku
Oh….sungguh senangnya hatiku
Menjalani kasih-Mu
Lewat Panggilan-Mu
Aku mencintai-Mu                      

Sr. Eufrasia Maria SFD
Novis I






LONCENG NATAL

Saya mendengar lonceng berdentang pada hari Natal
Lagu-lagu Natal yang sudah dikenal,
Betapa nyaring dan merdunya kata-kata yang terdengar lagi
Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!

Saya berpikir, seandainya pada hari Natal,
semua lonceng yang tergantung di menara gereja
Memainkan lagu tanpa hentinya
Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!

Dan dalam keputusasaan saya menundukkan kepala;
"Tidak ada damai di bumi," kataku;
"Karena kebencian ada di mana-mana, dan mengejek lagu tentang

Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!"
Tetapi suara lonceng yang berdentang bergema semakin kuat:
"Tuhan tidak mati atau tertidur!
Yang jahat akan jatuh, yang benar akan menang,
Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!"

Lonceng terus berbunyi, berdentang,
Bumi berputar dari malam hingga pagi,
Suara, lonceng, nyanyian agung, terdengar merdu,
Damai sejahtera di bumi,
Di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!


Henry Wadsworth Longfellow




Senyum Sejenak



Hilangnya Bayi Yesus


Hari itu adalah hari setelah


Natal di sebuah gereja di Kota Baru, Yogyakarta. Pastor Sindhu melihat kandang Natal di luar ketika ia melihat bayi Yesus itu hilang dari kandang.

Segera, Pastor berpaling ke arah gereja untuk menelepon polisi. Tapi sebelum sempat melakukannya, ia melihat Jimmy kecil dengan gerobak merah, dan di dalam gerobak adalah sosok bayi kecil, Yesus.

Pastor menghampiri Jimmy dan berkata, "Jimmy, dari mana kau mendapatkan bayi kecil?" Jimmy menjawab, "Aku mengambilnya dari gereja."

"Dan mengapa kamu membawanya?"

Dengan senyum malu-malu, Jimmy berkata, "Oh, sekitar seminggu sebelum Natal saya berdoa kepada Bayi Yesus dan saya bilang, jika


dia akan memberikan saya gerobak merah untuk Natal, aku akan mengajaknya berkeliling."



Tidak ada komentar :

Posting Komentar